Laman

Kamis, 29 Oktober 2009

TALAK

TALAK

Banyak suami istri melakukan zina dengan pasangan sendiri, karena gak ngerti soal talaq...!! Menurut sebagian besar ulama. Kata talaq dapat jatuh dengan kata-kata yang sepadan dengan talaq.
Seperti misalnya :

- Ungkapan ya sudah pulang aja ke rumah orang tua kamu sana...!!!
- Atau... ya udah kita cerai aja...!!!
- Atau... Ya udah cari aja pasangan lain...!!!
- Atau... Ya udah kita cukup sampai di sini aja...!!!
- Seperti kita benar-benar tidak cocok lagi. Kita pisah aja ya...?

Untuk pasangan suami istri sebaiknya klo tidak ada niatan talaq, sebaiknya menghindari ungkapan2 ungkapan yang mengarah kepada arti perceraian...
Tolong banyak cari tahu mengenai talaq, iddah dan rujuq

Satu hal yang suami sering kali melakukan kesalahan ini tanpa sadar....
- Ia mampu berlaku baik, adil, santun, bisa bertenggang rasa terhadap orang lain tetapi ternyata dengan orang yang
paling dekat dengannya ia tak mampu...
- Dengan istri yang selalu menemani dia dalam suka dan duka....
- Bisa ga marah dengan teman... tapi mudah marah dengan istri.
- Bisa dermawan dengan orang lain... tapi pelit sama istri...
- Bisa adil dengan orang lain... tapi zhalim sama istri.

Ingat....!!!! Pertanyaan kedua setelah shalat....
Adalah perlakuan suami kepada istrinya...
Ga sempurna kebaikan dengan orang jauh... kalo dengan yang terdekat kita zhalim...
Ga berarti derma kita dengan yg jauh klo dengan yg dekat kita cacat...!!!
Semoga Allah mengampuni segala kekhilapan kita...!!!
Semoga mutiara di gemgaman kita akan tampak sebagai mutiara....
Semoga pandangan yang tertutup kabut nafsu....
Pada akhirya dengan kesadaran ...bisa menghilangkan kabut-kabut yang menghalangi penglihatan bathin.
Bersandarlah pada sandaran yang kokoh.
Bersandarlah pada guru....!!!


Pengertian Talak
Yang dimaksud dengan talak adalah pemutusan tali perkawinan. Talak merupakan sesuatu yang disyar’iatkan. Dan yang menjadi dasarnya adalah Al-Qur’an dan al-Hadits serta ijma’.
Hikmah Talak
Dari uraian bab-bab sebelumnya kita mengetahui beberapa perhatian Islam terhadap usrah muslimah (keluarga muslimah) dan keselamatanya serta terhadap damainya kehidupan di dalamnya dan kita juga melihat metode-metode terapi yang Islam syari’atkan untuk mengatasi segala perpecahan yang muncul di tengah usrah muslimah, baik disebabkan oleh salah satu suami isteri atau oleh keduanya.
Hanya saja, terkadang ’ilaj (terapi dan upaya penyelesaian) tidak bisa efektif lagi karena perpecahannya sudah parah dan persengketaanya sudah memuncak, sehingga pada saat itu mesti di tempuh ’ilaj yang lebih, yaitu talak.
Orang yang mencermati hukum-hukum yang terkandung dalam masalah talak akan kian kuat, menurutnya perhatian Islam terhadap institusi rumah tangga dan keinginan Islam demi kekalnya hubungan baik antara suami isteri. Karena itu, tatkala Islam membolehkan talak, ia tidak menjadikan kesempatan menjatuhkan talak hanya sekali yang kemudian hubugan kedua suami isteri terputus begitu saja selama-lamanya, tidak demikian, namun memberlakukannya sampai beberapa kali.



Allah SWT berfirman, ”Talak (yang dapat di rujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan orang yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).



Apabila seorang laki-laki mentalak isterinya, talak pertama atau talak kedua, maka ia tidak berhak baginya untuk mengusir isterinya dari rumahnya sebelum berakhir masa idahnya, bahkan sang isteri tidak boleh keluar dari rumah tanpa izin dari suaminya. Hal itu disebabkan Islam sangat menginginkan segera hilangnya amarah yang menyulut api perceraian. Kemudian Islam menganjurkan agar kehidupan harmonis rumah tangga, bisa segera pulih kembali seperti semula, dan inilah yang disebutkan Rabb kita dalam firman-Nya, ”Hai Nabi jika kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau melakukan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barang kali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.” (Ath-Thalaq: 1)

Yaitu barang kali pihak suami menyesal atas keputusan mentalak isterinya, dan Allah Ta’ala menjadikan di dalam kalbunya keinginan kuat untuk rujuk (kembali) kepadanya sehingga yang demikian lebih mudah dan lebih gampang untuk proses rujuk.
Klasifikasi Talak
1. Talak dilihat dari Segi Lafadz
Talak ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih (yang dinyatakan secara tegas) dan talak kinayah (dengan sindiran).
Talak sharih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika diharapkan, dan tidak mengandung kemungkinan makna yang lain. Misalnya, ”Engkau telah tertalak dan dijatuhi talak. Dan semua kalimat yang berasal dari lafazh thalaq.

Dengan redaksi talak di atas, jatuhlah talak, baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat. Kesimpulan ini didasarkan pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda, ”Ada tiga hal yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius (juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no:1826 dan Tirmidzi II:328 no:1195).

Talak kinayah, ialah redaksi talak yang mengandung arti talak dan lainnya. Misalnya ”Hendaklah engkau kembali kepada keluargamu”, dan semisalnya.
Dengan redaksi talak di atas maka tidak terjadi talak, kecuali diiringi dengan niat. Jadi apabila sang suami menyertai ucapan itu dengan niat talak maka jatuhlah talak; dan jika tidak maka tidak terjadi talak.

Dari Aisyah r.a. berkata, Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan Rasulullah saw. dan beliau (kemudian) mendekatinya, ia mengatakan, ”’Auudzubillahi minka (aku berlindung kepada Allah darimu). Maka kemudian beliau bersabda kepadanya, ”Sungguh engkau telah berlindung kepada Dzat Yang Maha Agung, karena itu hendaklah engkau bergabung dengan keluargamu.” (Shahih: Shahih Nasa’i no:3199, Fathul Bari IX:356 no:5254, Nasa’i VI:150).
Dari Ka’ab bin Malik r.a., ketika ia dan dua rekannya tidak bicara oleh Nabi saw, karena mereka tidak ikut bersama beliau pada waktu perang Tabuk, bahwa Rasulullah saw pernah mengirim utusan menemui Ka’ab (agar menyampaikan pesan Beliau kepadanya), ’Hendaklah engkau menjauhi isterimu!” Kemudian Ka’ab bertanya, ”Saya harus mentalaknya, ataukah apa yang harus aku lakukan?” Jawab Beliau, ”Sekedar menjauhinya, jangan sekali-kali engkau mendekatinya.” Kemudian Ka’ab berkata, kepada isterinya, ”Kembalilah engkau kepada keluargamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III: 113 no:4418, Muslim IV:1120 no:2769, ’Aunul Ma’bud VI:285 no:2187 dan Nasa’i VI:152).
2. Talak Dilihat dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz
Redaksi talak adakalanya berbentuk Munajazah dan adakalanya berbentuk mu’allaqah.

Redaksi talak munajazah ialah pernyataan talak yang sejak dikeluarkannya pernyataan tersebut pengucap bermaksud untuk mentalak, sehingga ketika itu juga jatuhlah talak. Misalnya: ia berkata kepada isterinya : ’Engkau tertalak’.

Hukum talak munajazah ini terjadi sejak itu juga, ketika diucapkan oleh orang yang bersangkutan dan tepat sasarannya.
Adapun talak mu’allaq, yaitu seorang suami menjadikan jatuhnya talak bergantung pada syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ke tempat, maka engkau ditalak.

Hukum talak mu’allaq ini apabila dia bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika terpenuhinya syarat. Maka jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya.

Adapun manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq, adalah untuk menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu atau yang semisalnya, maka ucapan itu adalah sumpah. Jika apa yang dijadikan bahan sumpah itu tidak terjadi, maka sang suami tidak terkena kewajiban apa-apa, dan jika terjadi, maka ia wajib membayar kafarah sumpah.

3. Talak Dilihat dari Segi Argumentasi
Ditilik dari sisi ini talak terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i
Adapun yang dimaksud talak sunni ialah seorang suami menceraikan isterinya yang sudah pernah dicampurinya sekali talak, pada saat isterinya sedang suci dari darah haidh yang mana pada saat tersebut ia belum mencampurinya.

Allah SWT berfirman, ”Talak yang dapat dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan do’a yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).

”Hai Nabi apabila kamu akan menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya yang wajar.” (At-Thalaq:1).
Nabi saw menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut :
Ketika Ibnu Umar menjatuhkan talak pada isterinya yang sedang haidh, maka Umar bin Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw lalu beliau menjawab, ”Perintahkan anakmu supaya ruju’ (kembali) kepada isterinya itu kemudian teruskanlah pernikahan tersebut hingga ia suci dari haidh, lalu haidh kembali dan kemudian suci dari haidh yang kedua. Lalu jika berkehendak ia boleh menceraikannya sebelum ia diceraikan.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:482 no:5332, Muslim IOI:1093 no:1471, ’Aunul Ma’bud VI:227 no:2165 dan lafazh ini adalah riwayat Imam Abu Daud, dan Nasa’i VI:138).

Adapun talak bid’i ialah talak yang bertentangan dengan ketentuan syari’at. Misalnya seorang suami mentalak isterinya ketika ia dalam keadaan haidh, atau pada saat suci namun ia telah mencampurinya ketika itu atau menjatuhkan talak tiga kali ucap, atau dalam satu majlis. Contoh, : Engkau ditalak tiga atau engkau ditalak, engkau ditalak, engkau ditalak.

Hukum talak ini adalah haram, dan pelakunya berdosa. Jadi, jika seorang suami mentalak isterinya yang sedang haidh, maka tetap jatuh satu talaknya. Namun jika itu adalah talak raj’i, maka ia diperintahkan untuk rujuk kepada isterinya kemudian meneruskan perkawinannya hingga suci. Kemudian haidh lagi, lalu suci kedua kalinya. Dan kemudian kalau ia mau teruskanlah ikatan pernikahannya, dan jika ia menghendaki, ceraikanlah sebelum mencampurinya. Sebagaimana yang Nabi saw perintahkan kepada Ibnu Umar r.a..

Adapun dalil tentang jatuhnya talak bid’i ialah riwayat Imam Bukhari:
Dari Sa’id Jubir dari Ibnu Umar ra, ia berkata, ”Ia (isteriku) terhitung untukku satu talak.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:128 dan Fathul Bari IX no:5253).
Al-hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari IX:353 menulis sebagai berikut :
”Sesungguhnya Nabi saw. yang memerintahkan Ibnu Umar untuk rujuk kepada isterinya dan beliau pulalah yang membimbingnya mengenai apa yang hendak ia lakukan bila ia ingin mentalak isterinya setelah suci dari haidh yang kedua. Dan manakala Ibnu Umar menginformasikan, bahwa ia telah menjatuhkan talak satu pada isterinya itu maka kemungkinan, bahwa pihak yang menganggap jatuh talak satu dari Ibnu Umar itu, selain Nabi adalah kemungkinan yang amat sangat jauh, karena dalam kisah ini banyak perintah isyarat yang menunjuka kepada, jatuhnya talak satu itu. Bagaimana mungkin bisea dikhayalkan bahwa Abdullah bin Umar dalam kasus ini mengerjakan sesuatu berdasar rasional semata, padahal di yang meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah marah atas perbuatannya itu?

Bagaimana mungkin ia tidak mengajak beliau musyawarah mengenai apa yang ia lakukan dalam kisah itu?”

Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Dalam Musnadnya, Ibnu Wahib meriwayatkan:
Dari Ibnu Abi Dzi’b bahwa Naf’i pernah menginformasikan kepadanya bahwa Ibnu Umar r.a. pernah mencerai isterinya yang sedang haidh. Kemudian Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, maka jawab Beliau, ”Perintahkanlah dia supaya ruju’ kepada isterinya, kemudian teruskanlah pernikahannya hingga isterinya suci.” Kemudian Ibnu Abi Dzi’b dalam hadits ini meriwayatkan dari Nabi saw, Beliau bersabda, ”Itu talak satu.” Ibnu Abi Dzi’b meriwayatkan (lagi) dari Hanzhalah bin Abi Sufyan bahwa ia pernah mendengar Salim meriwayatkan dari bapaknya, dari Nabi saw tentang pernyataan itu.

Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Daruquthni meriwayatkan dari jalu Yazid bin Harun dari Ibnu Abi Dzi’b dan Ibnu Abi Ishaq keduanya dari Naf’i:
Dari Ibnu Umar ra dari Nabi saw., Beliau saw. bersabda, ”Itu talak satu” (sanadnya Shahih Irwa-ul Ghalil VII:134 dan Daruquthani IV:9 no:24).
Dan ini adalah (yang sudah jelas) dalam permasalahan yang diperselisihkan, maka (bagi kita) untuk mengikuti nash ini.

Talak Tiga

Adapun seorang suami yang mencerai isterinya dengan talak tiga dengan satu kalimat, atau dalam satu majelis, maka jatuh satu berdasar riwayat Imam Muslim:
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, ”Talak pada periode Rasulullah saw, Abu Bakar dan beberapa tahun pada masa khalifah Umar talak tiga, (sekaligus) jatuh satu. Kemudian Umar bin Khattab ra berkata, ”Sesungguhnya orang-orang benar terburu-buru dalam memutuskan urusan (thalak) ini, yang dahululnya mereka sangat hati-hati. Maka kalau kami berlakukan mereka, lalu diberlakukanlah hal itu atas mereka.” (Muslom II: 1099 no:1472).

Pendapat Umar ini adalah ijtihad dia sendiri yang tujuannya demi terwujudnya kemaslahatan menurut pandangannya, namun tidak boleh meninggalkan fatwa Rasulullah saw. dan yang menjadi pegangan para sahabat beliau pada masa Beliau dan pada masa khalifah Beliau. Selesai.
4. Talak Ditinjau dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk
Talak terbagi menjadi dua yaitu talak raj’i (suami berhak untuk rujuk) dan talak bain (tak ada lagi hak suami untuk rujuk kepada isterinya). Talak bain terbagi dua, yakni bainunah shughra dan bainunah kubra.

Talak raj’i adalah talak isteri yang sudah didukhul (dicampuri) tanpa menerima pengembalian mahar dari isteri dan sebagai talak pertama atau talak kedua.

Allah SWT befirman, ”Talak (yang dirujuki) dua klia. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).

Wanita yang dijatuhi talak raj’i suami berhak untuk rujuk dan dia berstatus sebagai isteri yang sah selama dalam masa iddah, dan bagi suami berhak untuk rujuk kepadanya pada waktu kapan saja selama dalam massa iddah dan tidak dipersyaratkan harus mendapat ridha dari pihak isteri dan tidak pula izin dari walinya. Allah SWT berfirman, ”Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti (berakhirnya masa iddah) itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 627 - 635.

Beda antara Talak dan Cerai

Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya ingin bertanya sebagai berikut:
1. Apakah bila suami isteri bertengkar, dan suami mengatakan kata “cerai” sebanyak 3 kali dan perkataan itu diucapkan dalam kedaan emosi atau mungkin tidak sadar maka itu sudah dianggap talak 3 jatuh kepada isteri dan detik itu juga haram bagi suami untuk menggauli isterinya. Dan bila suami isteri tadi hendak baikan lagi maka si isteri harus menikah dulu dengan laki-laki lain.
2. Mohon sedikit penjelasan mengenai surat al-Baqaroh ayat 230, tentang talak tiga, dikaitkan dengan pertanyaan di atas.
3. Kenapa wanita harus menunggu masa id’ah atau suci 3 kali?
Demikian pertanyaan saya, sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Rizqid

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Beda cerai dengan talak adalah kalau cerai itu bahasa Indonesia, sedangkan talak itu bahasa arab. Namun dari segi pengertian, hukum dan konsekuensi, antara keduanya tidak ada bedanya. Talak dan cerai memang satu hal yang sama, kecuali hanya masalah bahasa.
Jatuhnya talak atau cerai cukup dengan sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh suami. Tidak perlu ada yang mendengarkannya, saksi atau pengakuan dari pemerintah, bahkan isteri tidak dengar sekalipun, bila suami sudah mengatakan untuk mencerai isterinya, maka jatuhlah cerai kepada isterinya. Dan kalau syarat sahnya talak itu bukan dalam keadaan emosi, maka nyaris semua talak itu selalu jatuh dalam keadaan emosi.
Berbeda dengan hasil kompilasi hukum Islam di negeri ini, di mana cerai itu membutuhkan keputusan pengadilan agama. Selama palu pak hakim belum diketukkan dan surat keputusan cerai belum keluar, maka hubungan suami isteri dianggap masih berlangsung oleh hukum buatan manusia ini. Padahal boleh jadi suami sudah mengucapkan lafadz cerai sehari tiga kali, persis orang minum obat.
Sedangkan di mata Allah SWT, begitu seorang suami mengucapkan lafadz cerai, talaq, firaq dan padanannya dalam semua bahasa, maka saat itu juga terjadilah hukum baru, yaitu suami telah menjatuhkan satu talaq pada isterinya.
Namun selepas dari mengucapkan lafadz talak ini, bukan berarti pasangan itu langsung terputus hubungannya. Sebab masih ada rujuk yang juga bisa dilakukan saat itu juga. Jadi baik talak atau rujuk, keduanya bisa dilakukan secara singkat, langsung dan berlaku saat itu juga.
Seperti yang berlaku pada talak, maka di dalam rujuk pun tidak dibutuhkan saksi, pengakuan dari orang lain atau bahkan surat dari pengadilan agama. Ketika seorang suami menyesal telah mengucapkan lafadz talak kepada isterinya, saat itu juga dia bisa melakukan rujuk. Bahkan para ulama mengatakan bahwa rujuk itu tidak membutuhkan lafadz khusus, cukup suami mendatangi isterinya di ‘dalam kamar’, maka rujuk sudah terjadi.
Namun rujuk yang seperti ini hanya boleh dilakukan di dalam masa ‘iddah. Bila masa ‘iddah itu sudah berlalu, rujuk hanya boleh dilakukan dengan cara menikah ulang dari semula. Tentu dengan ijab qabul, mahar, wali yang sah serta tidak lupa dengan 2 orang saksi yang memenuhi syarat.
Tinggal pertanyaanya, berapa lama masa ‘iddah seorang isteri yang dicerai suaminya?
Jawabannya ada di dalam surat Al-Baqarah ayat 228.
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri tiga kali quru’. (QS. Al-Baqarah:228)
Ada dua versi penafsiran para ulama tentang quru’ yang dimaksud. Pertama, dan ini yang lebih kuat, yaitu masa suci dari haidh. Kedua, lama masa haidh itu sendiri.
Jadi selama tiga kali quru’ atau tiga kali suci dari haidh, seorang isteri yang dicerai suaminya masih boleh dirujuk cukup di ‘dalam kamar’, tidak perlu menggelar akad nikah ulang. Namun bila telah selesai tiga kali suci dari haidh, apa boleh buat, kalau suami mau balik lagi, dia harus menyiapkan akad nikah seolah menikah baru lagi.
Maksud Talak Tiga
Setiap pasangan suami isteri punya jumlah talak sebanyaktiga kali. Maksudnya, antara mereka berdua diberikan kesempatan terjadi talak hanya 3 kali saja seumur hidup. Baik dengan jeda atau tanpa jeda. Maksudnya tanpa jeda adalah talak yang langsung rujuk sebelum habis masa ‘iddah. Sedangkan maksud dengan jeda adalah talak yang dibiar hingga habis masa ‘iddah isteri, lalu mereka menikah lagi.
Bila suami menjatuhkan talak, disebut dengan talak satu.Dengan demikian, satu lapisan talak terkelupas, hubungan mereka segera berakhir kalau tidak segera rujuk selama masa 3 kali quru’. Selama masa ‘iddah itu, suami masih wajib memberi nafkah termasuk masih diharus bagi isteri untuk tinggal di rumah suaminya. Kalau suami tidak merujuknya, maka putuslah hubungan suami isteri di antara mereka.
Namun mereka masih boleh menikah lagi, hanya yang perlu dicatat, skor talak mereka hanya punya tersisa dua talak lagi.
Dia harus menjaga baik-baik kedua talak yang masih tersisa itu, agar jangan sampai kehilangan ketiga-tiganya. Sebab kalau sampai kehilangan tiga-tiganya, maka tidak ada lagi kesempatan buat suami isteri itu untuk rujuk lagi. Kecuali dengan adanya muhallil, yaitu isteri yang ditalak tiga (kali) itu menikah dengan laki-laki lain, dengan niat untuk membina rumah tangga selamanya. Namun bila suatu saat atas kehendak Allah SWT, suami barunya itu menceraikannya tanpa merujuknya lagi hingga selesai masa ‘iddahnya, barulah suami yang pertama berhak untuk menikahi dari semula.
Wallahu ‘alam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.



Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
  1. Talak Tiga Sekaligus. Jumhur ulama memang mengatakan bahwa talak tiga bisa jatuh bila suami mengatakannya tiga kali dalam satu majelis. Contohnya, ”Kamu saya talak, kamu syaa talak, kamu saya talak”. Maka jatuhlah talak tiga. Namun pendapat ini bukanlah satu-satunya. Karena ulama lain mengatakan bahwa lafaz seperti itu tidak menjatuhkan talak tiga tapi hanya talak satu saja. Dasarnya adalah hadits berikut:Dari Mahmud bin Labid berkata bahwa Rasulullah SAW menceritakan kepada kami tentang seorang yang menceraikan istrinya talak tiga sekaligus. Lalu Rasulullah SAW berdiri sambil marah dan berkata, ”Apakah kitabullah dipermainkan sementara aku masih berada di antara kamu?” Sampai-sampai ada seorang yang berdiri dan bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Ya Rasul, Bolehkah aku membunuh orang itu?” Selain itu memang dalam Al-Quran telah disebutkan bahwa talak itu berjenjang. “Talak itu dua kali” sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah.
    Kedua pendapat ini merupakan pilihan yang masing-masingnya memiliki sejumlah dalil yang kuat.
  2. Talak Tidak Butuh Saksi. Mentalak istri adalah sebuah pernyataan untuk melepaskan hubungan syar’i antara suami dengan istri. Talak dilakukan oleh suami kepada istrinya, tanpa membutuhkan saksi atau pun hadir di depan hakim. Cukup dilakukan dengan lafadz, ungkapan atau pernyataan. Dan ungkapan/lafaz cerai itu ada dua macam. Pertama lafaz yang sharih dan kedua lafaz yang majazi . a. Lafaz sharih atau lafaz yang jelas Di mana di dalam lafaz itu disebutkan secara jelas kata ‘cerai’, ‘talak’ atau ‘firaq’. Bila hal ini disebutkan, maka meski dilakukan dengan main-main, tapi talaknya tetap jatuh.Lafaz yang sharih misalnya, ”Aku ceraikan kamu.” Bila lafaz itu diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya, maka jatuhlah talaq satu. Bahkan meski itu dilakukan dengan main-main. Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang main-mainnya tetap dianggap serius, yaitu nikah, talak dan rujuk.” Dalam lain riwayat disebutkan, “nikah, talak dan membebaskan budak”.
    b. Lafaz yang bersifat kina`i, Yaitu lafaz yang tidak secara jelas menyebutkan salah satu dari tiga lafaz itu. Atau lafaz yang bisa bermakna ganda. Misalnya adalah apa yang Anda sebutkan di atas.Seperti seroang suami berkata kepada istrinya, ”Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu”. Dalam kasus seperti ini, maka yang menjadi titik acuannya adalah niat dari suami ketika mengucapkannya. Atau `urf yang terjadi di negeri itu.
    Misalnya, kata-kata,”Pulanglah ke rumah orang tuamu.” Apakah lafaz ini berarti thalaq atau bukan? Jawabannya tergantung niat atau kebiasaan yang terjadi di masyarakat. Bila kebiasaannya lafaz itu yang digunakan untuk mencerai istri, maka jatuhlah thalak itu. Bila tidak, maka tidak.
    Talak kina`i ini tidak menjatuhkan talak kecuali bila dengan niat dari pihak suami. Jadi tergantung pada niatnya saat melafalkan lafaz kina’i itu.
  3. Istri Tidak Ditemui Saat Talak Yang terpenting istri itu tahu dan mendengar informasi bahwa dirinya sudah ditalak suaminya. Tidak ada persyaratan bahwa lafaz talaq itu harus diucapkan suami langsung di depan istrinya. Talak bisa saja disampaikan lewat tulisan atau pesan yang dibawa seseorang kepada istri. Dan talak itu sudah jatuh terhitung sejak suami mengatakannya, bukan tergantung kapan istri mengetahuinya.
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.
QS. ath-Thalaq (65) : 1

Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
QS. ath-Thalaq (65) : 2

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
QS. ath-Thalaq (65) : 3

Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
QS. ath-Thalaq (65) : 4

Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu; dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.
QS. ath-Thalaq (65) : 5

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
QS. ath-Thalaq (65) : 6

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberi kelapangan sesudah kesempitan.
QS. ath-Thalaq (65) : 7

Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.
QS. ath-Thalaq (65) : 8

Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar.
QS. ath-Thalaq (65) : 9

Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu,
QS. ath-Thalaq (65) : 10

(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.
QS. ath-Thalaq (65) : 11

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
QS. ath-Thalaq (65) : 12

Bab Talak Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail
Anam   
Tuesday, 28 August 2007
Pengertian Talak
Yang dimaksud dengan talak adalah pemutusan tali perkawinan. Talak merupakan sesuatu yang disyar’iatkan. Dan yang menjadi dasarnya adalah Al-Qur’an dan al-Hadits serta ijma’.
Hikmah Talak Dari uraian bab-bab sebelumnya kita mengetahui beberapa perhatian Islam terhadap usrah muslimah (keluarga muslimah) dan keselamatanya serta terhadap damainya kehidupan di dalamnya dan kita juga melihat metode-metode terapi yang Islam syari’atkan untuk mengatasi segala perpecahan yang muncul di tengah usrah muslimah, baik disebabkan oleh salah satu suami isteri atau oleh keduanya.
Hanya saja, terkadang ’ilaj (terapi dan upaya penyelesaian) tidak bisa efektif lagi karena perpecahannya sudah parah dan persengketaanya sudah memuncak, sehingga pada saat itu mesti di tempuh ’ilaj yang lebih, yaitu talak.
Orang yang mencermati hukum-hukum yang terkandung dalam masalah talak akan kian kuat, menurutnya perhatian Islam terhadap institusi rumah tangga dan keinginan Islam demi kekalnya hubungan baik antara suami isteri. Karena itu, tatkala Islam membolehkan talak, ia tidak menjadikan kesempatan menjatuhkan talak hanya sekali yang kemudian hubugan kedua suami isteri terputus begitu saja selama-lamanya, tidak demikian, namun memberlakukannya sampai beberapa kali.
Allah SWT berfirman, Talak (yang dapat di rujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan  orang yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).
Apabila seorang laki-laki mentalak isterinya, talak pertama atau talak  kedua, maka ia tidak berhak baginya untuk mengusir isterinya dari rumahnya sebelum berakhir masa idahnya, bahkan sang isteri tidak boleh keluar dari rumah tanpa izin dari suaminya. Hal itu disebabkan Islam sangat menginginkan segera hilangnya amarah yang menyulut api perceraian. Kemudian Islam menganjurkan agar kehidupan harmonis rumah tangga, bisa segera pulih kembali seperti semula, dan inilah yang disebutkan Rabb kita dalam firman-Nya,  ”Hai Nabi jika kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau melakukan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barang kali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.” (Ath-Thalaq: 1)
Yaitu barang kali pihak suami menyesal atas keputusan mentalak isterinya, dan Allah Ta’ala menjadikan di dalam kalbunya keinginan kuat untuk rujuk (kembali) kepadanya sehingga yang demikian lebih mudah dan lebih gampang untuk proses rujuk.
 
Klasifikasi Talak
1.      Talak dilihat dari Segi Lafadz
Talak ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih (yang dinyatakan secara tegas) dan talak kinayah (dengan sindiran).
Talak sharih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika diharapkan, dan tidak mengandung kemungkinan makna yang lain. Misalnya, ”Engkau telah tertalak  dan dijatuhi talak. Dan semua kalimat yang berasal dari lafazh thalaq.
Dengan redaksi talak di atas, jatuhlah talak, baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat. Kesimpulan ini didasarkan pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda, ”Ada tiga hal  yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius (juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no:1826 dan Tirmidzi II:328 no:1195).
Talak kinayah, ialah redaksi talak yang mengandung arti talak dan lainnya. Misalnya ”Hendaklah engkau kembali kepada keluargamu”, dan semisalnya.
Dengan redaksi talak di atas maka tidak terjadi talak, kecuali diiringi dengan niat. Jadi apabila sang suami menyertai ucapan itu dengan niat talak maka jatuhlah talak; dan jika tidak maka tidak terjadi talak.
Dari Aisyah r.a. berkata, Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan Rasulullah saw. dan beliau (kemudian) mendekatinya, ia mengatakan, ”’Auudzubillahi minka (aku berlindung kepada Allah darimu). Maka kemudian beliau bersabda kepadanya, ”Sungguh engkau telah berlindung kepada Dzat  Yang Maha Agung, karena itu hendaklah engkau bergabung dengan keluargamu.” (Shahih: Shahih Nasa’i no:3199, Fathul Bari IX:356 no:5254, Nasa’i VI:150).
Dari Ka’ab bin Malik r.a., ketika ia dan dua rekannya tidak bicara  oleh Nabi saw, karena mereka tidak ikut bersama beliau pada waktu perang Tabuk, bahwa Rasulullah saw pernah mengirim utusan menemui Ka’ab (agar menyampaikan pesan Beliau kepadanya), ’Hendaklah engkau menjauhi isterimu!” Kemudian Ka’ab bertanya, ”Saya harus mentalaknya, ataukah apa yang harus aku lakukan?” Jawab Beliau, ”Sekedar menjauhinya, jangan sekali-kali engkau mendekatinya.” Kemudian Ka’ab berkata, kepada isterinya, ”Kembalilah engkau kepada keluargamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III: 113 no:4418, Muslim IV:1120 no:2769, ’Aunul Ma’bud VI:285 no:2187 dan Nasa’i VI:152).
2.      Talak Dilihat dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz
Redaksi talak adakalanya berbentuk Munajazah dan adakalanya berbentuk mu’allaqah.
Redaksi talak munajazah ialah pernyataan talak yang sejak dikeluarkannya pernyataan tersebut pengucap bermaksud untuk mentalak, sehingga ketika itu juga jatuhlah talak. Misalnya: ia berkata kepada isterinya : ’Engkau tertalak’.
Hukum talak munajazah ini terjadi sejak itu juga, ketika diucapkan oleh orang yang bersangkutan dan tepat sasarannya.
Adapun talak mu’allaq, yaitu seorang suami menjadikan jatuhnya talak bergantung pada syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ke tempat, maka engkau ditalak.
Hukum talak mu’allaq ini apabila dia bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika terpenuhinya syarat. Maka jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya.
Adapun manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq, adalah untuk menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu atau yang semisalnya, maka ucapan itu adalah sumpah. Jika apa yang dijadikan bahan sumpah itu tidak terjadi, maka sang suami tidak terkena kewajiban apa-apa, dan jika terjadi, maka ia wajib membayar kafarah sumpah.
3.      Talak Dilihat dari Segi Argumentasi
Ditilik dari sisi ini talak terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i
Adapun yang dimaksud talak sunni ialah seorang suami menceraikan isterinya yang sudah pernah dicampurinya sekali talak, pada saat isterinya sedang suci dari darah haidh yang mana pada saat tersebut ia belum mencampurinya.
Allah SWT berfirman, Talak yang dapat dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan do’a yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).
”Hai Nabi apabila kamu akan menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya yang wajar.” (At-Thalaq:1).
Nabi saw menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut :
Ketika Ibnu Umar menjatuhkan talak pada isterinya yang sedang haidh, maka Umar bin Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw lalu beliau menjawab, ”Perintahkan anakmu supaya ruju’ (kembali) kepada isterinya itu kemudian teruskanlah pernikahan tersebut hingga ia suci dari haidh, lalu haidh kembali dan kemudian suci dari haidh yang kedua. Lalu jika berkehendak ia boleh menceraikannya sebelum ia diceraikan.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:482 no:5332, Muslim IOI:1093 no:1471, ’Aunul Ma’bud VI:227 no:2165 dan lafazh ini adalah riwayat Imam Abu Daud, dan Nasa’i VI:138).
Adapun talak bid’i ialah talak yang bertentangan dengan ketentuan syari’at. Misalnya seorang suami mentalak isterinya ketika ia dalam keadaan haidh, atau pada saat suci namun ia telah mencampurinya ketika itu atau menjatuhkan talak tiga kali ucap, atau dalam satu majlis. Contoh, : Engkau ditalak tiga atau engkau ditalak, engkau ditalak, engkau ditalak.
Hukum talak ini adalah haram, dan pelakunya berdosa. Jadi, jika seorang suami mentalak isterinya yang sedang haidh, maka tetap jatuh satu talaknya. Namun jika itu adalah talak raj’i, maka ia diperintahkan untuk rujuk kepada isterinya kemudian meneruskan perkawinannya hingga suci. Kemudian haidh lagi, lalu suci kedua kalinya. Dan kemudian kalau ia mau teruskanlah ikatan pernikahannya, dan jika ia menghendaki, ceraikanlah sebelum mencampurinya. Sebagaimana yang Nabi saw perintahkan kepada Ibnu Umar r.a..
Adapun dalil tentang jatuhnya talak bid’i ialah riwayat Imam Bukhari:
Dari Sa’id Jubir dari Ibnu Umar ra, ia berkata, ”Ia (isteriku) terhitung untukku satu talak.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:128 dan Fathul Bari IX no:5253).
Al-hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari IX:353 menulis sebagai berikut :
”Sesungguhnya Nabi saw. yang memerintahkan Ibnu Umar untuk rujuk kepada isterinya dan beliau pulalah yang membimbingnya mengenai apa yang hendak ia lakukan bila ia ingin mentalak isterinya setelah suci dari haidh yang kedua. Dan manakala Ibnu Umar menginformasikan, bahwa ia telah menjatuhkan talak satu pada isterinya itu maka kemungkinan, bahwa pihak yang menganggap jatuh talak satu dari Ibnu Umar itu, selain Nabi adalah kemungkinan yang amat sangat jauh, karena dalam  kisah ini banyak perintah isyarat yang menunjuka kepada, jatuhnya talak satu itu. Bagaimana mungkin bisea dikhayalkan bahwa Abdullah bin Umar dalam kasus ini mengerjakan sesuatu berdasar rasional semata, padahal di yang meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah marah atas perbuatannya itu?
Bagaimana mungkin ia tidak mengajak beliau musyawarah mengenai apa yang ia lakukan dalam kisah itu?”
Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Dalam Musnadnya, Ibnu Wahib meriwayatkan:
Dari Ibnu Abi Dzi’b bahwa Naf’i pernah menginformasikan kepadanya bahwa Ibnu Umar r.a. pernah mencerai isterinya yang sedang haidh. Kemudian Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, maka jawab Beliau, ”Perintahkanlah dia supaya ruju’ kepada isterinya, kemudian teruskanlah pernikahannya hingga isterinya suci.” Kemudian Ibnu Abi Dzi’b dalam hadits ini  meriwayatkan dari Nabi saw, Beliau bersabda, ”Itu talak satu.” Ibnu Abi Dzi’b meriwayatkan (lagi) dari Hanzhalah bin Abi Sufyan bahwa ia pernah mendengar Salim meriwayatkan dari bapaknya, dari Nabi saw tentang pernyataan itu.
Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Daruquthni meriwayatkan dari jalu Yazid bin Harun dari Ibnu Abi Dzi’b dan Ibnu Abi Ishaq keduanya dari Naf’i:
Dari Ibnu Umar ra dari Nabi saw., Beliau saw. bersabda, ”Itu talak satu”  (sanadnya Shahih Irwa-ul Ghalil VII:134 dan Daruquthani IV:9 no:24).
Dan ini adalah (yang sudah jelas) dalam permasalahan yang  diperselisihkan, maka (bagi kita) untuk mengikuti nash ini.

Talak Tiga

 Adapun seorang suami yang mencerai isterinya dengan talak tiga dengan satu kalimat, atau dalam satu majelis, maka jatuh satu berdasar riwayat Imam Muslim:
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, ”Talak pada periode Rasulullah saw, Abu Bakar dan beberapa tahun pada masa khalifah Umar talak tiga, (sekaligus) jatuh satu. Kemudian Umar bin Khattab ra berkata, ”Sesungguhnya orang-orang benar terburu-buru dalam memutuskan urusan (thalak) ini, yang dahululnya mereka sangat hati-hati. Maka kalau kami berlakukan mereka, lalu diberlakukanlah hal itu atas mereka.” (Muslom II: 1099 no:1472).
Pendapat Umar ini adalah ijtihad dia sendiri yang tujuannya demi terwujudnya kemaslahatan menurut pandangannya, namun tidak boleh meninggalkan fatwa Rasulullah saw. dan yang menjadi pegangan para sahabat beliau pada masa Beliau dan pada masa khalifah Beliau. Selesai.

4. Talak Ditinjau dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk
Talak terbagi menjadi dua yaitu talak raj’i (suami berhak untuk rujuk) dan talak bain (tak ada lagi hak suami untuk rujuk kepada isterinya). Talak bain terbagi dua, yakni bainunah shughra dan bainunah kubra.
Talak raj’i adalah talak isteri yang sudah didukhul (dicampuri) tanpa menerima pengembalian mahar dari isteri dan sebagai talak pertama atau talak kedua.
Allah SWT befirman, Talak (yang dirujuki) dua klia. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).
Wanita yang dijatuhi talak raj’i suami berhak untuk rujuk dan dia berstatus sebagai isteri yang sah selama dalam masa iddah, dan bagi suami berhak untuk rujuk kepadanya pada waktu kapan saja selama dalam massa iddah dan tidak dipersyaratkan harus mendapat ridha dari pihak isteri dan tidak pula izin dari walinya. Allah SWT berfirman, ”Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya jika mereka beriman  kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti (berakhirnya masa iddah) itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228).
 
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 627 - 635.
 


Senin, 26 Oktober 2009

Permasalahan Rumah Tangga, Sebuah Kemestian

Sedikit sekali rumah tangga yang selamat dari lilitan perselisihan di antara anggotanya, khususnya di antara suami istri. Karena yang namanya berumah tangga, membangun hidup berkeluarga, dalam perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan, kecil ataupun besar, sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang muncul ini dapat memicu perselisihan dalam rumah tangga yang bisa jadi berujung dengan pertengkaran, kemarahan dan keributan yang tiada bertepi, atau berakhir dengan damai, saling mengerti dan saling memaafkan.
Sampai pun rumah tangga orang-orang yang memiliki keutamaan dalam agama ini, juga tidak lepas dari masalah, perselisihan, pertengkaran, dan kemarahan. Namun berbeda dengan orang-orang yang tidak mengerti agama, orang yang memiliki keutamaan dalam agama tidak membiarkan setan menyetir hingga menjerumuskannya kepada apa yang disenangi oleh setan. Bahkan mereka berlindung kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dari makar setan, berusaha memperbaiki perkara mereka, menyatukan kembali kebersamaan mereka dan menyelesaikan perselisihan di antara mereka.
Rumah tangga yang mulia lagi penuh barakah, yang dibangun oleh seorang hamba termulia, kekasih Allah Subhaanahu wa Ta’aala, Muhammad bin Abdillah k, juga tak lepas dari kerikil-kerikil yang menyandung perjalanannya, sampai beliau pernah bersumpah untuk tidak mendatangi istri-istri beliau selama sebulan karena marah kepada mereka. Berikut ini petikan kisahnya:
Abdullah bin ‘Abbas c bertutur: “Aku sangat ingin bertanya kepada ‘Umar ibnul Khaththab tentang siapa yang dimaksud dua wanita dari kalangan istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang Allah Subhaanahu wa Ta’aala nyatakan dalam firman-Nya:
إِنْ تَتُوْباَ إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُماَ وَإِنْ تَظاَهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللهَ هُوَ مَوْلاَهُ وَجِبْرِيْلُ وَصاَلِحُ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمَلاَئِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيْرٌ
“Jika kalian berdua bertaubat kepada Allah, maka sungguh hati kalian berdua telah condong untuk menerima kebenaran. Dan jika kalian berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan begitu pula Jibril dan orang-orang mukmin yang baik. Dan selain dari itu, malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.” (At-Tahrim: 4)
Namun aku tidak sanggup melontarkan pertanyaan karena segan terhadapnya hingga akhirnya ‘Umar berhaji dan aku pun berhaji bersamanya. Dalam perjalanan, ‘Umar berbelok menuju suatu tempat untuk buang hajat. Aku pun mengikutinya dengan membawakan bejana kecil dari kulit yang berisi air. Seusai buang hajat, aku menuangkan air di atas dua telapak tangannya, lalu ia pun berwudhu. Kemudian aku berjalan bersamanya dan kesempatan itu kugunakan untuk bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, siapakah dua wanita dari istri-istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang Allah Subhaanahu wa Ta’aala nyatakan dalam firman-Nya:
إِنْ تَتُوْباَ إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُماَ
“Jika kalian berdua bertaubat kepada Allah, maka sungguh hati kalian berdua telah condong untuk menerima kebenaran.” (At-Tahrim: 4)
“Alangkah anehnya engkau ini, wahai Ibnu ‘Abbas!1 Keduanya adalah ‘Aisyah dan Hafshah,” jawab ‘Umar.
Ibnu ‘Abbas berkata: “Demi Allah, sejak setahun lalu aku ingin bertanya kepadamu tentang hal ini namun aku tidak sanggup menanyakannya karena segan terhadapmu.”
“Jangan berbuat demikian. Apa yang engkau yakini aku memiliki ilmu tentangnya maka tanyakanlah. Bila memang aku mengetahuinya, aku akan beritakan kepadamu,” kata ‘Umar.
‘Umar pun menceritakan kejadian yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut. “Aku dan tetanggaku dari kalangan Anshar berada di tempat Bani Umayyah bin Zaid, mereka termasuk penduduk daerah yang dekat dengan kota Madinah. Kami bergantian menghadiri majelis Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, sehari giliranku, hari berikut gilirannya. Bila tiba giliranku, akupun mendatangi tetanggaku tersebut untuk menceritakan berita yang kudapat pada hari itu berupa wahyu atau yang lainnya. Bila tiba gilirannya, ia pun melakukan hal yang sama. Dan kami orang-orang Quraisy menguasai istri-istri kami dan dahulu kami tidak pernah menyertakan mereka dalam urusan kami. Ketika kami datang (ke Madinah) dan tinggal di kalangan orang-orang Anshar, kami dapatkan mereka itu dikalahkan istri-istri mereka. Maka mulailah istri-istri kami mengambil adab wanita-wanita Anshar. Suatu hari aku menghardik istriku dan bersuara keras padanya, ia pun menjawab dan mendebatku. Ia juga ikut-ikutan dalam urusanku dengan mengatakan: “Seandainya engkau melakukan ini dan itu.” Maka aku mengingkari perbuatannya yang demikian.
“Mengapa engkau mengingkari apa yang kulakukan, sementara demi Allah, istri-istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri mendebat beliau, sampai-sampai salah seorang dari mereka memboikot beliau dari siang sampai malam,” kata istriku.
Berita itu mengejutkan aku, “Sungguh merugi orang yang melakukan hal itu dari kalangan mereka,” kataku kepada istriku. Lalu kukenakan pakaian lengkapku dan turun menemui Hafshah, putriku.
“Wahai Hafshah, apakah benar salah seorang kalian ada yang marah kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam dari siang sampai malam?” tanyaku.
“Iya,” jawab Hafshah.
“Sungguh merugi yang melakukan hal itu,” tanggapku, “Apakah kalian merasa aman dari kemurkaan Allah Subhaanahu wa Ta’aalaarena kemarahan Rasulullah n, hingga engkau pun binasa? Jangan engkau banyak menuntut kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, jangan engkau mendebat beliau dalam sesuatu pun dan jangan memboikotnya. Minta saja kepadaku apa yang ingin kamu minta dan jangan menipumu dengan keberadaan madumu yang lebih cantik darimu dan lebih dicintai oleh Rasulullah n.” Yang dimaksud adalah ‘Aisyah.
‘Umar melanjutkan ceritanya: “Telah menjadi perbincangan di antara kami bahwa Ghassan memakaikan ladam pada kuda-kudanya sebagai persiapan untuk memerangi kami. Suatu ketika turunlah temanku Al-Anshari itu pada hari gilirannya menuju ke majelis Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Di waktu Isya ia kembali kepada kami lalu mengetuk pintuku dengan keras seraya berkata: “Apakah ‘Umar ada di dalam?” Aku terhentak dan bergegas keluar menemuinya.
“Hari ini sungguh telah terjadi perkara yang besar,” katanya.
“Apa itu? Apakah Ghassan telah datang?” tanyaku.
“Bukan, bahkan lebih besar dan lebih menghebohkan daripada itu. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menceraikan istri-istrinya,” katanya.
“Betapa meruginya diri Hafshah, sungguh sebelumnya aku telah menduga hal ini akan terjadi,” kataku.
Aku pun mengenakan pakaian lengkapku. Pagi harinya aku menunaikan shalat subuh bersama Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Setelahnya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam masuk ke masyrubah2 beliau dan menyendiri di dalamnya. Aku masuk ke rumah Hafshah, ternyata ia sedang menangis, “Apa yang membuatmu menangis?” tanyaku. “Bukankah aku telah memperingatkanmu akan hal ini, apakah Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menceraikan kalian?”
“Aku tidak tahu, di sana, di masyrubah beliau memisahkan diri dari kami,” jawab Hafshah.
Aku keluar dari rumah Hafshah dan mendatangi mimbar masjid, ternyata di sana ada sekumpulan orang, sebagian mereka sedang menangis. Sejenak aku duduk bersama mereka, kemudian perasaan hatiku menguasaiku hingga aku bangkit dari tempat tersebut menuju masyrubah yang di dalamnya ada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Aku berkata kepada Rabah budak hitam milik Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Minta izinkan ‘Umar untuk masuk menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam.” Maka masuklah Rabah lalu berbicara kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian ia kembali menemuiku seraya berkata: “Aku telah berbicara kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan menyebutkan permintaanmu namun beliau hanya diam.”
Aku pun berlalu dari tempat tersebut hingga akhirnya aku duduk bersama sekumpulan orang yang ada di sisi mimbar, namun kemudian perasaan hatiku menguasaiku hingga aku kembali menuju ke masyrubah tersebut dan kukatakan kepada Rabah, “Mintakan izin bagi ‘Umar untuk masuk.”
Rabah pun masuk lalu kembali menemuiku seraya berkata: “Aku telah menyampaikan permintaanmu namun beliau tetap diam.”
Aku kembali lagi duduk bersama sekumpulan orang di sisi mimbar, namun sekali lagi perasaan hatiku mengalahkanku, hingga aku mendatangi Rabah dan berkata: “Mintakan izin bagi ‘Umar untuk masuk.”
Rabah pun masuk ke dalam masyrubah, kemudian keluar lagi seraya berkata: “Aku telah sebutkan permintaanmu namun beliau diam saja.”
Maka ketika aku berbalik untuk berlalu dari tempat itu, budak tersebut memanggilku, “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah mengizinkanmu,” katanya.
Aku masuk menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, ternyata aku dapati beliau tengah berbaring di atas tikar tipis tanpa dialasi kasur sehingga tampak bekas-bekas kerikil di rusuk beliau, dalam keadaan beliau bertelekan di atas bantal dari kulit yang telah disamak, yang diisi dengan sabut. Aku ucapkan salam kepada beliau, kemudian aku berkata dalam keadaan tetap berdiri; “Wahai Rasulullah, apakah engkau telah menceraikan istri-istrimu?”
Beliau mengangkat pandangannya ke arahku, “Tidak,” jawab beliau
“Allahu Akbar,” seruku.
Kemudian aku berkata untuk menyenangkan hati beliau dalam keadaan aku tetap berdiri, “Wahai Rasulullah, kita dulunya orang-orang Quraisy mengalahkan dan menguasai istri-istri kita. Ketika kita datang ke Madinah ternyata orang-orangnya dikalahkan oleh istri-istri mereka.” Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam tersenyum mendengar penuturanku.
“Wahai Rasulullah, seandainya engkau melihatku masuk menemui Hafshah, kukatakan kepadanya: “Jangan menipumu dengan keberadaan madumu yang lebih cantik darimu dan lebih dicintai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam –yakni ‘Aisyah,” lanjutku. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam tersenyum lagi. Maka ketika melihat beliau telah tersenyum, aku pun duduk. Aku memandang isi masyrubah beliau, maka demi Allah tidak ada sesuatu pun di tempat itu kecuali tiga kulit yang belum disamak.
“Wahai Rasulullah, mohon berdoalah engkau kepada Allah agar memberikan keluasan dan kelapangan bagi umatmu, karena Persia dan Romawi telah dilapangkan dunia mereka dan mereka diberi kenikmatan dunia padahal mereka tidak beribadah kepada Allah,” kataku.
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam duduk setelah sebelumnya beliau bertelekan di atas bantal seraya berkata: “Apakah engkau ragu, wahai Ibnul Khaththab, bahwa kelapangan di akhirat lebih baik daripada kelapangan di dunia? Mereka itu adalah orang-orang yang disegerakan kebaikan/ kesenangan mereka dalam kehidupan dunia ini.”
“Wahai Rasulullah, mintakanlah ampun untukku,” kataku.
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam memisahkan diri dari istri-istri beliau selama 29 malam dikarenakan rahasia beliau yang disebarkan oleh Hafshah kepada ‘Aisyah3, beliau menyatakan: “Aku tidak akan masuk menemui mereka selama sebulan.” Beliau sangat marah terhadap mereka karena merekalah yang menyebabkan Allah Subhaanahu wa Ta’aala mencela beliau.4
‘Umar berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang menyusahkanmu dari perkara wanita? Bila engkau menceraikan mereka, maka sungguh Allah bersamamu, para malaikatnya, Jibril dan Mikail. Aku, Abu Bakar dan kaum mukminin pun bersamamu.”
Ketika telah lewat waktu 29 malam, beliau pertama kali masuk menemui ‘Aisyah. “Wahai Rasulullah, bukankah engkau telah bersumpah untuk tidak masuk menemui kami selama sebulan, sementara waktu yang kuhitung baru berjalan 29 malam,” tanya ‘Aisyah mengingatkan beliau.
“Bulan ini lamanya 29 malam,” jawab beliau.
Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta’aala menurunkan ayat takhyir5, ‘Aisyah-lah yang paling pertama dari istri beliau yang beliau tawarkan pilihan maka ‘Aisyah memilih tetap bersama beliau. Setelahnya beliau pun memberikan pilihan kepada istri-istri beliau yang lain maka mereka semuanya mengucapkan seperti yang diucapkan ‘Aisyah (semuanya memilih tetap bersama Rasulullah n).” (HR. Al-Bukhari no. 4913, 5191 dan Muslim no. 1479)
Pertikaian pun pernah terjadi dalam rumah tangga putri Rasulullah n, Fathimah Az-Zahra Radiyallahu ‘anha, seorang yang dikabarkan sebagai tokoh wanita ahlul jannah. Rumah tangga Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu, seorang yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.6 Ali pernah marahan dengan istrinya dan setelahnya ia keluar dari rumah menuju masjid dan tidur di sana.
Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi z berkata: “Nama yang paling disukai oleh Ali z adalah Abu Turab. Dia senang sekali bila dipanggil dengan nama yang diberikan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam itu. Suatu hari Ali marah kepada Fathimah, maka ia pun keluar dari rumah menuju masjid dan berbaring di sana. Bertepatan dengan kejadian tersebut Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam datang ke rumah putrinya, Fathimah, namun beliau tidak mendapatkan Ali di rumah.
“Di mana anak pamanmu itu?” tanya beliau.
“Telah terjadi sesuatu antara aku dengan dia, dia pun marah padaku lalu keluar dari rumah. Dia tidak tidur siang di sisiku,” jawab Fathimah.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata kepada seseorang: “Lihatlah (cari) di mana Ali.”
Orang yang disuruh itupun datang dan memberi kabar: “Wahai Rasulullah! Dia ada di masjid sedang tidur.”
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mendatangi Ali yang ketika itu sedang berbaring. Beliau dapatkan rida`-nya telah jatuh dari punggungnya sehingga pasir mengenai punggungnya. Mulailah beliau mengusap pasir tersebut dari punggung Ali seraya berkata: “Duduklah, wahai Abu Turab. Duduklah wahai Abu Turab!” (HR. Al-Bukhari no. 3703 dan Muslim no. 2409)
Demikian perselisihan yang pernah terjadi dalam rumah tangga orang-orang yang mulia, sengaja kami paparkan dengan tujuan agar mereka yang akan membangun mahligai rumah tangga atau telah menjalaninya, menyadari bahwa tidak ada rumah tangga yang lepas dari problema sehingga mereka bersiap-siap dan tidak kaget ketika problem itu datang menghadang. Dan agar mereka tidak terlalu muluk-muluk dalam angan-angan mereka tentang kehidupan berumah tangga7, selalu indah bak bunga-bunga di taman yang bermekaran dengan beragam warna, menampakkan keindahan yang mempesona dan menebarkan aroma yang harum semerbak!!! Rumah tangga tanpa masalah, tanpa problema, tanpa ganjalan, tanpa pertikaian, selalu sejalan, seia sekata, sepakat tanpa pernah ada perbedaan!!! Padahal bayangan ini sesuatu yang teramat langka untuk didapatkan pada sebuah rumah tangga di dunia… Sesuatu yang bisa dikatakan mustahil untuk sebuah akad yang dijalin dengan seorang anak Adam yang senantiasa punya salah, sebagaimana kata Rasul yang mulia n:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطاَّئِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setiap anak Adam itu banyak bersalah. Dan sebaik-baik orang yang banyak bersalah adalah orang-orang yang mau bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi no. 2616. Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihul Jami’ no. 4514 mengatakan: “(Hadits ini) hasan.”)
Masalah mesti akan dijumpai antara suami istri. Dan ketika masalah itu bergulir di antara keduanya semestinya keduanya berusaha mencari jalan penyelesaian, memperbaiki keadaan, dan menutup pintu rapat-rapat (dari campur tangan orang yang tidak berkepentingan). Bila seorang suami marah atau seorang istri sedang emosi, hendaklah keduanya berlindung kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dari gangguan setan yang terkutuk, lalu bangkit berwudhu dan shalat dua rakaat. Bila salah satu dari keduanya (yang sedang marah, terbawa emosi) dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, bila sedang duduk maka hendaklah ia berbaring. Atau salah seorang dari keduanya menghadap pasangannya, memeluknya dan meminta maaf bila memang ia bersalah melanggar hak pasangannya, dan yang dimintai maaf hendaklah lapang dada dengan memberi maaf karena mengharapkan wajah Allah Subhaanahu wa Ta’aala. (Fiqhut Ta’ammul Bainaz Zaujain, hal. 37)
Tidak sepantasnya ketika ada masalah dengan suami, seorang istri ngambek minta pulang ke rumah orang tuanya. Atau yang lebih parah lagi si istri minggat dari rumahnya, tanpa izin suami tentunya. Padahal di antara hak suami yang harus ditunaikan istri, si istri tidak boleh keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izinnya8.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suami dan tidak halal bagi seorang pun mengambil istri seseorang dan menahannya dari suaminya, sama saja baik karena si istri tersebut seorang perawat, atau seorang bidan atau profesi lainnya. Bila istri tersebut keluar dari rumah suami tanpa izinnya, maka ia telah berbuat nusyuz9, bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya dan ia pantas mendapatkan hukuman.” (Majmu’ Al-Fatawa, 32/281)
Dengan demikian, bila ada permasalahan rumah tangga, seharusnya suami dan istri berusaha menyelesaikannya berdua bila memang masalahnya bisa diselesaikan berdua. Ibaratnya “tutup pintu rapat-rapat” dari masuknya pihak ketiga dan jangan sampai orang lain tahu masalah tersebut. Jangan tergesa-gesa melibatkan pihak luar, orang tua misalnya, karena dapat memperkeruh suasana, bukan memperbaiki keadaan. Melibatkan orang tua, apatah lagi orang tua yang masih awam, tidak memiliki pandangan dalam agama, belum tentu menyelesaikan masalah, malah bisa menambah panas dan keruhnya permasalahan. Terkecuali orang tua itu seorang yang arif, paham agama dan pandangannya lurus, barulah memungkinkan masalah yang ada diangkat padanya bila memang sepasang suami istri tidak bisa lagi menyelesaikannya berdua.
Sebagai akhir, hendaklah sepasang suami istri selalu bertakwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dalam seluruh keadaan mereka, di mana pun mereka berada10 dan hendaklah keduanya melazimi (selalu) ketaatan kepada-Nya. Ketahuilah, dengan takwa segala masalah akan mendapatkan pemecahannya, karena Allah Subhaanahu wa Ta’aala yang Mahabenar janji-Nya telah berfirman dalam Tanzil-Nya:
وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً
“Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan jalan keluar baginya.” (Ath-Thalaq: 2)
Dan firman-Nya:
وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1 ‘Umar heran dengan Ibnu ‘Abbas, kenapa hal yang ditanyakannya itu belum diketahuinya, padahal ia begitu terkenal dengan pengetahuannya dalam tafsir dan terdepan dalam ilmu dibanding yang lainnya. Atau ‘Umar heran dengan semangat Ibnu ‘Abbas untuk mengetahui cabang-cabang ilmu tafsir sampaipun pengetahuan tentang mubham (Fathul Bari, 9/338). Pengertian mubham sendiri adalah orang yang tidak disebutkan namanya.
2 Kamar yang tinggi
3 Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيْثاً فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ … اْلأَيَةَ
“Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istrinya suatu peristiwa. Maka ketika istrinya itu mengabarkan rahasia tersebut (kepada istri yang lain)….” (At- Tahrim: 3)
Mayoritas ahli tafsir berkata bahwa istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang dimaksud dalam ayat adalah Hafshah. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah menyampaikan satu rahasia kepadanya dan memintanya agar tidak memberitahukan kepada seorang pun. Ternyata Hafshah menceritakan rahasia tersebut kepada Aisyah x. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 873)
4 Allah Subhaanahu wa Ta’aala mencela Khalil-Nya yang mulia Muhammad n ketika beliau mengharamkan dirinya untuk menyentuh budak wanitanya bernama Mariyah atau ketika beliau mengharamkan dirinya minum madu, karena memperhatikan perasaan sebagian istrinya, sebagaimana kisahnya ma’ruf (dalam kitab-kitab tafsir dan selainnya, pen). Allah Subhaanahu wa Ta’aala menurunkan ayat -Nya:
ياَ أَيُّهاَ النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ ماَ أَحَلَّ اللهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. قَدْ فَرَضَ اللهُ لَكُُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ …الأية
“Wahai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah halalkan bagiku karena engkau ingin mencari keridhaan istri-istrimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sungguh Allah telah mewajibkan kalian untuk membebaskan diri dari sumpah kalian….” (At-Tahrim: 1)
5 Yaitu ayat Allah Subhaanahu wa Ta’aala:
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجاً خَيْرًا مِنْكُنَّ … الأية
“Jika Nabi menceraikan kalian, mudah-mudahan Rabbnya akan menggantikan untuknya istri-istri yang lebih baik daripada kalian… (At-Tahrim: 5)
Yakni janganlah kalian mengangkat diri kalian di hadapan beliau, karena jika beliau menceraikan kalian tidaklah berat/ sempit perkaranya bagi beliau dan tidaklah beliau dipaksa untuk terus bersama kalian. Bahkan beliau akan dapatkan pengganti kalian dan Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan memberikan kepada beliau istri-istri yang lebih baik daripada kalian, baik dalam hal agama maupun dalam keelokan paras. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 873)
6 Sebagaimana diberitakan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam peristiwa perang Khaibar:
لأُعْبِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ – أَوْ قَالَ: يُحِبُّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ – يَفْتَحُ اللهُ عَلَيْهِ … الْحَدِيْثَ
“Aku sungguh akan memberikan bendera ini besok kepada seseorang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya –atau beliau mengatakan: dia mencintai Allah dan Rasul-Nya–. Allah akan membukakan kemenangan melalui kedua tangannya…..” (HR. Al-Bukhari no. 3702 dan Muslim no. 2407). Dalam riwayat Muslim (no. 2404) disebutkan: …seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya….”
Dan ternyata keesokan harinya Ali-lah yang diserahi bendera tersebut.
7 Yang akhirnya berujung dengan kekecewaan
8 Al-Imam Al-Bukhari t membuat satu bab dalam kitab Shahih-nya dengan judul: Isti‘dzanul Mar‘atu Zaujaha fil Khuruj ilal Masjid wa Ghairi (Permintaan izin istri kepada suaminya untuk keluar menuju masjid atau yang selainnya). Kemudian beliau t membawakan hadits Rasulullah n:
إِذَ اسْتَأْذَنَتِ الْمَرْأَةُ أَحَدَكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهاَ
“Apabila istri minta izin kepada salah seorang dari kalian untuk keluar menuju masjid, maka janganlah ia mencegahnya.” (Hadits no. 5238)
9 Lihat pembahasan nusyuz dalam Syariah Vol. I/No. 04/Juli 2003/Jumadil Ula 1424 H, hal. 58-60
10 Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berpesan:
اتَّقِ اللهَ حيْثُماَ كُنْتَ … الْحَدِيْثَ
“Bertakwalah engkau kepada Allah di mana pun engkau berada.” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, 2/161

NYE-RAHKEUN


ISTILAHPERCERAIAN



Berikut ini adalah istilah - istilah yang sering digunakan dalam sidang perceraian :

1. Panitera : seseorang yang bertugas mencatat dan mengurusi urusan//berkas-berkas persidangan perceraian
2. Ketua Hakim Pengadilan Agama : seseorang yang memimpin/mengepalai lembaga Pengadilan Agama
3. Ketua Hakim Majelis : seseorang yang mengetuai para Hakim dalam suatu sidang
4. Hakim Anggota : seseorang hakim yang menjadi Hakim anggota dalam satu kelompok majelis
5. Penggugat (dalam Pengadilan Agama) : seseorang (istri) yang mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama
6. Tergugat (dalam Pengadilan Agama) : seseorang (suami) yang digugat cerai di Pengadilan Agama
7. Pemohon : seseorang (suami) yang mengajukan permohonan cerai talaq pada istrinya di Pengadilan Agama
8. Termohon : seseorang (istri) yang diajukan permohonan cerai talaq oleh suaminya
9. Gugatan cerai / cerai gugat : berkas/surat cerai yang diajukan oleh si istri kepada suaminya
10. Permohonan cerai talaq : berkas/surat permohonan suami utk mengucapkan talaq agar dapat bercerai dengan istrinya
11. Jawaban : berkas/surat tanggapan dari si Tergugat (Termohon)
12. Replik : berkas/surat dari Penggugat (Pemohon) tentang tanggapan dari adanya Jawaban Tergugat (Termohon)
13. Duplik : berkas/surat dari Tergugat (Termohon) tentang tanggapan dari adanya Replik si Penggugat (Pemohon)
14. Sidang saksi/pembuktian : sidang dimana para pihak (Penggugat/Tergugat) memperlihatkan bukti-bukti dan membawa saksi-saksi untuk mendukung dan membuktikan dalil-dalil dalam surat/berkas proses cerainya.
15. Kesimpulan : berkas/surat dari para pihak untuk menyimpulkan surat-surat berkas-berkas yang telah diserahkan pada pengadilan.
16. Petitum : permintaan yang diajukan oleh para pihak
17. Hak pemeliharaan anak : adalah hak yang diperebutkan oleh para pihak untuk mendapatkan hak memelihara anaknya
18. Harta gono-gini : adalah harta yang dihasilkan selama masa perkawinan
19. Nafkah idah : nafkah yang diberikan mantan suami kepada mantan istrinya setelah bercerai, dimana nafkah itu diberikan selama masa idah setelah bercerai
20. Mutah : adalah pemberian (kado) terakhir dari mantan suami kepada mantan istrinya sebagai adanya akibat perceraian
21. Nusyus : adalah keadaan dimana si suami atau istri meninggalkan kewajibannya sebagai seorang suami atau istri
22. Syiqaq : adalah suatu alasan cerai yang disebabkan adanya perselisihan yang terus menerus atau adanya perbedaan prinsip yang sangat mendasar yang tidak mungkin disatukan/didamaikan kembali
23. Verstek : adalah putusan sidang tanpa sama sekali hadirnya si Tergugat (Tergugat tidak pernah datang menghadiri sidang walaupun sudah dipanggil dengan layak oleh pengadilan)

Rabu, 07 Oktober 2009

SEURI EUTIK

Dulurna

Incu: "Ki, ari puting beliung teh dulurna puting susu sanes?"
Aki: "Ngahuleng!"

Ati Wulandari
Jl. Moh. Ali No.85
Kec. Ciranjang - Cianjur 43282

Si Horeng Teh

"Si horeng teh lain ngan saukur aya kawin massal jeung korupsi massal wungkul tapi aya geuning kasurupan massal nu anyar keneh di Jember, Jawa Timur!"

Ati Wulandari
Jl. Moh. Ali No.85
Kec. Ciranjang - Cianjur 43282

Sarua Bolonna

Budak 1: "Kuring mah teu ngarti ku indung kuring, unggal kuring menta dahar jeung sambel sok dicarekan wae"
Budak 2: "Meureun we da lada atuh sambel mah... hayoh deuih nyeri beuteung!"
Budak 1: "Ah da tara lada-lada teuing sambelna oge!"
Budak 2: "Naha atuh?"
Budak 1: "Ngan kitu... mun dahar jeung sambel teh kuring mah kudu aya wae lalabna, dagingna, atina, jeung endogna!"
Budak 2: "Bener aneh nya indung maneh mah?"

Hikmat

Wartawan

Pipik: "Geus gawe naon maneh ayeuna, asa jarang panggih?"
Aso: "Jadi wartawan euy... sibuk!"
Pipik: "Ah... euweuh duitan wartawan mah!"
Aso: "Kajeun ah... jeung deui wartawan mah tugasna neangan berita lain neangan duit!"
Pipik: "Ih, ari maneh teu bisa diajak heureuy!"

Hikmat

Bejana

"Bejana majalah tempo disiomay ku Aburijal Bakri?"
"Lain disiomay atuh. Disomasi kitu!"

Ena Rs
Sidamulya, Bj. Gedang, Rch.

Gagah

Horeng Si Mandra teh najan artis manehna mah gagah. Eta we sok aya paribahasa sakti mandraguna.

E Ena Rs
Sidamulya, Bj. Gedang, Rch.

Teu Kabikeun

Mang Turdi baheula mah sok maen kuda lumping. Tapi geus lila eureun. Pangna eureun cenah lantaran kuda lumpingna teu beukieun deui beling, hayang wae huut. Ari huut pan kudu meuli. Kalah matak bondos. Diantep. Paeh we si kuda lumping teh.

Ena Rs
Sidamulya, Bj. Gedang, Rch.

Salah Sangka

Kuted: "Heran kuring mah euy, unggal nu ngaliwat ka handapeun tangkal kadu kuring, sok ngarandeg heula. Tuluy tanggah... kabitaeun meureun nya?"
Cumlun: "Lain kabitaeun tanggah teh, ulah waka salah sangka!"
Kuted: "Lamun lain kabitaeun naon atuh?"
Cumlun: "Sieuneun kaduna ninggang kana hulu... deuleu, sok ajaran ku maneh!"
Kuted: "Oooh... kitu, sugan teh!"

Hikmat

Pegat

Izal: "Pegat... pegat...!"
Noer bari lumpat: "Aya naon? Aya bangsat? Lumpat ka mana bangsatna?"
Izal: "Sanes bangsat, ieu bohlam pegat!"
Noer: "Ari maneh, ngareureuwas wae kolot keur sare teh, bohlam pegat wae kudu gogorowokan sagala?"
Izal: "Sieun... atuda poek!"

Hikmat

Pangalaman Menarik

Incu: "Naon tah Ki, pangalaman menarik aki keur ngora baheula?"
Aki: "Nu puguh mah harita teh aya mobil tiguling ka jurang  tuluy ku aki rame-rame jeung babaturan ditarik nepika mobil bisa ka angkat deui ka tonggoh. Eta we meureun pangalaman menarik aki mah jang!"

Ence Sumirat
Perum Kota Baru
Blok C3 - 32 Kec. Cisaku
Cianjur 43285

Pajabat Teras

"Basa aya pajabat teras ti Legok Nyentil ngalongok ka Mang Doing, salah saurang tokoh oposisi ti Barisan Leklok alias Balok tangtuna oge Mang Doing ngaku pisan ka semah bari pokna teh, mangga lebet ka bumi". Ngadenge kitu pajabat teras teh kompak ngajawab, mangga. Teu kedah ka lebet pajabat teras mah ceukap we calikna oge dina teras!"

Ence Sumirat
Perum Kota Baru
Blok C3 - 32 Kec. Cisaku
Cianjur 43285

Balik Deui

Obed: "Jelema jaman ayeuna, hususna dikalangan para artis awewe, tetela geuning loba anu baralik deui ka jaman maranehna keur orok!"
Unen: "Na kumaha kitu?"
Obed: "Heueuh, bareto mangsa maranehna keur orok henteu areraeun bubulucunan atawa ditaranjang ukur mamake cawet jeung kaos sangsang. Ayeuna sanggeus maranehna dewasa, bubulucunan deui wae nembong-nembongkeun..."
Unen: "His ari taun teh! Pan ilaing ge resep ka nu kitu teh, lin?"

Agus B. Irawan
Kp. Cisarua RT 02/16 Desa Neglasari
Cisompet - Garut 44174

Gajih Buta

Kabayan: "Pantesna Si Kardun tereh pisan beungharna, da cenah sok ngahakanan gajih buta!"
Iteung: "Iyyy...! Lain, dikumaha ngalana nya, pan buta teh bangsa jurig alias dedemit, lin?"

Agus B. Irawan
Kp. Cisarua RT 02/16 Desa Neglasari
Cisompet - Garut 44174

Rumah Makan "Wilujeng Sumping"

Sanggeus datang deui di Papua, sobat kuring urang Papua asli nyaritakeun pangalamannana ka kuring sakulawarga salila utrak-atrek di Bandung.
Sobat: "Bapa, salami kuring tingali di Bandung meh unggal poe dahar di rumah makan wilujeng sumping. Geuning urang bareto kungsi dahar di dinya!"
Kuring (bari seuri): "Yeuh Pa, itu mah rumah makan Sindang Reret... lain wilujeng sumping."
Sobat: "Ari eta unggal urang asup ka dinya, geuning aya tulisan wilujeng sumping; naon hartina?"
Kuring: "Pa, ari wilujeng sumping teh hartina selamat datang keur ngawilujengkeun atawa ngabageakeun ka nu ngadon daratang ka dinya."
Sobat: (bari mabuk sirahna) "Oh... ada harus... sa pikir juga... ko banyak sekali rumah makan wilujeng sumping?" (Oh... paingan... ceuk pikir teh, geuning rumah makan wilujeng sumping teh mani di unggal tempat aya...!)

Endang M. Suhandanie - Jayapura

Abong Budak

Ibu 1: "Budak kuring mah teu beukieun dahar jeung bihun."
Ibu 2: "Naha?"
Ibu 1: "Eta majarkeun teh buuk ninina diasakan."
Ibu 2: "Abong budak nya..."



Sakola Pertanian

Pa Dudung: "Abong sakola pertanian nya, nanaon teh pasti wae hubunganana teh jeung tatanen."
Pa Dani: "Nya naon kitu?"
Pa Dudung: "Itu budak nu keur sakola di jurusan pertanian meunang beasiswa ti kampusna..."
Pa Dani: "Alus atuh meunang beasiswa mah, batur mah pahayang-hayang."
Pa Dudung: "Nyaeta oge katarimana mah, ngan ari sangkaan teh bakal duit atawa bebas biaya kuliah."
Pa Dani: "Ari kitu naon?"
Pa Dudung: "Budak kuring mah meunang Beas wae dua karung."
Pa Dani: "Nya meureun da milihna jurusan pertanian, coba mun jurusan nu lain mah."
eroris Uja: "Beunang ayeuna mah teroris teh!"
Uje: "Saha Ja?"
Uja: "Bongan atuh, neror teh beurang jeung peuting!"
Uje: "Nya saha atuh? Amrozi tea?"
Uja: "Lain!"
Uje: "Sok bejakeun ka kuring saha? Nurdin Top? (beuki panasaran)
Uja: "Eta ge lain!"
Uje: "Saha atuh?"
Uja: "Eu... eta beurit!"
Uje: "Hanas didangukeun serius"

Achmad Faisjal
Jl. Magung Lebak No.9 RT 01/09
Manggungharja - Ciparay
Kab. Bandung 40381

Bisi Morosot
Incu: "Tadi Ki, dina berita tipi, aya pejabat anu pidato saurna teh, kita harus mengencangkan ikat pinggang dengan kenaikan BBM. Naha nya Ki, ku naekna BBM make make kedah mageuhan beubeur?"
Aki: "Apan eta Cu, bisi calana morosot, hayoh we kawiwirangan"
Incuna olohok teu ngartieun.

Yusuf Hernawan
Bekasi Timur

Bebas Banjir

Aya iklan ti hiji pengembang, yen perumahan anu dibangunna bebas banjir. Dina waktuna hujan eta perumahan teh kakeueum. Penghunina unjuk rasa ka kantor pengembang. Ku direktur pengembang diterangkeun yen bener bebas banjir, jadi banjir teh bebas kamana wae, teu disalelewek wungkul. Nu demo bubar.

Yusuf Hernawan
Bekasi Timur

Lagu Nostalgia

Malem minggu biasa 'al-goflihun' alias gapleh di pos ronda ngusir tunduh. Sabot keur 'husu' mikir, Kang Jaja tuturubun rek indit. Ditanya teh bet kalah ka ngahaleuang lagu nostalgia tea, "... jangan ditanya ke mana aku pergi..."
Sarerea curinghak. Boa kaasupan lelembut kang Jaja teh.
"Rek kamana maneh, Ja?" ceuk Bah Boing.
"Ka tukang heula hayang sawer-wereun!" pokna.
"Sugan kami teh aya jurig nyurup."

Wawan Sudarwan
SMPN 1 Pagaden Subang 41252

Sawala Krisis

Geus saminggu para ahli ti madhab papat ngayakeun sawala di hiji hotel mewah. Nu jadi bahan sawala nyaeta kumaha carana ngungkulan pasualan krisis ekonomi nu cenah bakal karandapan taun 2009. Pamilon sawala teh rupa-rupa jalma ti rupa-rupa profesi jeung kaahlian masing-masing. Teu kurang sarjana malah aya profesor.
Salasaurang pamilon sari-sari ti pakampungan, basajan jeung eta ku taya guam dina sawala teh. Gawe nundutan, tara nyarita, tara tulas tulis. Jajauheun debat siga nu lian.
Hiji waktu pamingpin sawala nanya.
"Cik Bapa itu tuh nu di juru. Kumaha pamanggih bapa Bapa sual krisis jeung cara-cara ngungkulanana. Tong ngabetem wae atuh, Pa!"
Sanggeus ngadehem pok nu ditanya teh nyarita anca tapi jentre, "Kuring hadir soteh bane wae dijurung ku ketua, wawakilan ti organisasi tani. Pamanggih kuring, ieu sawala nu ongkosna mahal teh taya gunana, mubadir kacida. Kuring lain tukang ngomong komo parea-rea omong. Kuring mah bulu taneuh. Ieu waktu saminggu lebar pisan ka piceun teu puguh. Lamun di lembur saminggu teh mangpaatna kacida keur tatanen jeung ngurus ingon-ingon. Lamun ieu sawala dibikeun keur kuring pikeun modal tatanen, bakal cukup keur dahar salembur satauneun mah.
Teu kudu loba carita...
Jempling teu aya nu wani ngadebat. Ger weh kabeh pamilon surak panuju. Sawala dibubarkeun!

Wawan Sudarwan
SMPN 1 Pagaden Subang 41252

Salah Niat

Satadina mah budak teh sugan we mikir ari dikawinkeun mah. Eh, geus kawin gawena kalah huleng jentul. Digeunggeureuhkeun sangkan aya gadag kawas batur, tembalna teh: "Huleng jentul soteh keur mikir hayang kawas batur ieu ge..."
Heueuh, tapi lila teuing mikirna, euweuh nu dipigawe. Dasar salah paniatan! Sugan mikir teh enya we mikir unggal poe. Mikir wungkul!

Ena Rs
Sidamulya, Bj. Gedang, Rch.

Naek Turun

Mang Ato rek manggul karung. Barang karung nepi kana taktakna, na atuh kolorna morosot. Tuluy digaronjak, majar teh: "Karung naek, kolor turun..."

Ena Rs
Sidamulya, Bj. Gedang, Rch.

Sing Percanten

Saru saurang psikolog, sing saha wae nu rajin maca barakatak minimal sadinten sakali, rarayna bakal katingal cahayaan, teu gampang stres, someah ka sasama, sarta tebih tina panyakit pikun. Sing percanten!

Ena Rs
Sidamulya, Bj. Gedang, Rch.

Kitu Ge

Di hiji halteu beus aya plang: BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA. Tapi di dinya euweuh tempat sampah. Iseng ku kuring di tulisan: KITU GE MUN AYA TEMPAT SAMPAHNA!

Ena Rs
Sidamulya, Bj. Gedang, Rch.

Kaduruk Janggot

Kuring keur anteng ngabandungan berita tipi, anu keur nyiarkeun kasus di Kejaksaan Agung. Solongkrong incu ge nyampeurkeun, diuk gigireun. Sanggeus incu diuk, aya berita kieu: "Dengan kejadian ini, kajagung Hendraman Supandi kebakaran jenggot". Geus kitu lol gambar Hendrawan Supandi keur diwawancara.
Incu nanya ka kuring:
"Ki, itu Hendraman Supandi teh?" bari nunjuk kana tipi.
"Enya"
"Geuning teu jenggotan?"
"Naha kitu De?" kuring malik nanya.
"Pedah tadi we, saur penyiar, Hendraman Supandi teh kebakaran jenggot cenah, tapi pan teu janggotan, tuh tingali ku Aki" bari nunjuk kana tipi.
Ku kuring dijawab sangeunahna: "Eta meureun seep jenggotna, pan tos ka duruk tea"

Yusuf Hernawan
Jl. Nusa Indah III No. 292
Margahayu - Bekasi Timur 17113

Balik Heula

"Gede atuh mawa duit teh balik gawe ti Arab mah?"
"Ah, sarua we jeung di dieu, malah lamun dipikir-pikir mah asa mending keneh gawe di nagri sorangan."
"Har, naha bisa kitu?"
"Nya eta ge gede mah gede gajina, tapi dahareunana oge sarua marahalna. Jadi mun sakalieun lapar toh sok ngahaja balik heula ka Indonesia."
"???"

Zeni
Dago - Bandung

Pemilu Taun Ayeuna

"Urang mah teu ngarti ku pemilu caleg taun ayeuna!"
"Teu ngarti palebah manana?"
"Heueuh, omong cenah ceuk panitia teh mun nyontreng teh kudu hiji, da lamun leuwih ti hiji mah jadi teu sah, ari ieu bet dibere opat, jadi rieut pan kana sirahna ge waktu aya di TPS teh."
"Heueuh sarua lieur ku peraturan pemilu taun ayeuna mah."

Zeni
Dago - Bandung

Bocoran

Murid A: "Waktu UAN kamari urang mah meunang bocoran euy tina SMS ti babaturan. Yakinlah urang bakal lulus."
Murid B: "Urang ge sarua, tapi tina keretas sacewir di papay-papaykeun ka unggal bangku. Optimis urang ge lulus"
Murid C: "Ari urang mah meunang bocoran teh kalah ripuh euy, cipruk we nu aya lain atoh..."
Murid A+B: "Naha, bocoranana teu bisa dipercaya?"
Murid C: "Lain, waktu keur ngerjakeun soal-soal UAN, bret hujan turun gede pisan. Ti para loba nu bocor mani ngagorontor, ma'lum wae da wangunan sakolana geus lima puluh taun can direhab."
Murid A+B ukur carolohok.


Oto
Mang Otong meuli mobil colt bak kaluaran taun 78. Mobil heubeul, pantes mun geus butut oge. Dasar Mang Otong, dina kaca mobilna ditulisan "OTO BARETO".
Ena Rs.
Sidamulya, Bj. Gedang, Rch.
Kaos Partey
Dina mangsa pemilu, kuring, pamajikan jeung dua urang budak nu geus mangsa milih, bakal ngadukung partey nu beda. Maksud mah sangkan meunang rupa-rupa... kaos partey!
Ena Rs.
Sidamulya, Bj. Gedang, Rch.
Gering Nangtung
Ujang: "Ma, nu kumaha nu disebut gering nangtung teh?"
Ema: "Eu... Jalma gering tapi embung diuk, sok komo dititah ngagoler mah."
Ujang: "Ih, geuning aya jalma gering tapi bandel nya?"
Tehas FB - Bandung
Cewek Komersil
"Tuh tingali... cewek komersil."
"Naon da eta mah WTS."
"Heueuh cewek komersil!"
Tehas FB - Bandung
Ideu
"Abdi gaduh ideu, sangkan PERSIB ulah kaasupan wae."
"Cik-cik-cik..., kumaha tah?"
"Husus kanggo PERSIB... ulah ngangge gawang!"
"Siah!"
Tehas FB - Bandung
Pikiraneun
Hiji peuting kuring kadatangan saurang bangsa jin. Manehna protes. Pokna: "Kuring kacida keuheulna ka bangsa manusa. Na ari ka bangsa kuring, pira ge niup ceuli atawa noel bujur nepi ka tega diasupkeun kana jero kendi. Ari para koruptor nu geus nyangsarakeun rahayat... bet diarantep!"
Pikiraneun tah!
Tehas FB - Bandung
Obral
TK Dagang: "Obral... obral... obral murah!"
Nu rek meuli: "Mana Mang, geuning barangna euweuh, kalakah we gogorowokan?"
TK Dagang (kalem): "Barangna mah di imah keneh... beurat atuh da ari dibabawa mah!"
Nu rek meuli: "Sugan gelo jelema teh...!"
Hikmat
Bobogohan
Susi: "Abdi mah hayang Akang jujur... Akang teh bogoh ka Susi atawa ka awewe itu?"
Aso: "Naha ari Susi nanya teh ka mana wae. Yeuh Akang mah dek sumpah! Kabogoh Akang mah Susi!"
Susi: "Nya sukur atuh ari kitu mah, ari awewe itu saha atuh?"
Aso: "Eta mah... pamajikan Akang!"
Susi kapiuhan!!!
Hikmat
Pengembang
Aki Cumlun: "Bagja... pun anak nu kahiji ayeuna mah jadi pengembang di Jakarta. Ngagarap proyek perumahan mewah!"
Aki Kuted: "Ih... ulah lepat pun anak oge sami teu acan lami ieu janten pengembang di Bandung!"
Aki Cumlun: "Kutan... di Bandung na di mana, ngagarap proyek nu di mana?"
Aki Kuted: "Itu geuning di Jl. Wastukencana!"
Aki Cumlun: "Euh... eta mah atuh tukang kembang... sugan teh heueuh!"
Hikmat
Kecap Bituna Rasa
Guru: "Cong nyembah; belenyeng lumpat; bral indit. Tah barudak kecap-kecap anteuran, malah aya oge anu nyebut "Kecap Bituna Rasa", malah ku salah saurang dosen di paguron luhur mah diterjemaahkeun kana bahasa Inggris jadi "Jumper Words". Cing ayeuna maraneh anu nambahan kecap-kecap anu dianteurna. Ocim, cing pek ieu ku Ocim sampurnakeun Jung... belenyeng..."
Ocim: "Jung nangtung, belenyeng lumpat."
Guru: "Bener, Cim. Cing ayeuna ku Dodo."
Dodo: "Bluk nyuuh, blak nangkarak, dut hitut."
Guru: "Bener Do! Cing ayeuna ku Momon, barakatak... nyot... belenyeng."
Momon: "Barakatak seuri, nyot udud, belenyeh imut."
Guru: "Alus Mon, cing ayeuna ku Emen. Gek... Regot... Pok..."
Emen (Ngajawabna rada malaweung da rada nundutan deui): "Gek dahar, regot sare, pok nulis."
Guru: "Sibeungeut heula kaditu ka cai ambeh rada cenghar!"
Emen kulamas kelemes campur era da rumasa teu ngabandungan.