Laman

Sabtu, 09 Oktober 2010

sajak

DUNYA

Nyawang mangsa katukang
hate honcewang..salempang
kuring lir ibarat….manuk
anu keur diajar hiber
dipaksa incah tina sayang
gimir…sieun….
sieun ku geledegna dunya
anu can puguh kumaha kahareupna
anu can puguh naon nu bakal tumiba
tapi ieu hiji kanyataan
anu moal bisa disingkahan
lalaunan tapi pasti, kuring bakal nyorang
nyorang lampah anu nyata….
lampah anu saestuna kudu dipilampah
ku sakumna insan nu kumelendang di alam dunya
kiwari……kuring teu galideur deui
moal inggis dina nyorang kahirupan
moal sieun dina nyorang lalakon
pikeun ngawangun jati diri anu sajati
jati diri lalaki pinilih
lalaki langit lalanang jagat
ayeuna…didieu, kuring nangtung
ajeg panceg lir ibarat tunggul kai
moal unggut kalinduan moal gedang kaanginan
moal ngeplek jawer ngandar jangjang
dina nyanghereupan…DUNYA
======================================================================
DIDIEU KURING NANGTUNG
didieu mangsa katukang
kuring nangtung…
nitenan endahna alam priangan
lembur nu singkur, tengtrem karaharjaan
di luhur gunungna, dina legok landeuhna
ku herang caina, ku loba laukna
geledegan tangkalna, recet manukna
piit leutik dina luhur tangkal kai
nitenan pucuk awi ting garupay
mapag mangsa isuk-isuk
didieu mangsa ayeuna
kuring nangtung…
nitenan robahna alam priangan
gunungna geus ditugaran
tangkalna geus dituaran
caina mimiti beak, laukna paeh sakarat
piit leutik dina luhur tangkal kai
nitenan pucuk awi ting garupay
semu sedih tur nalangsa
ku ruksakna alam priangan
didieu kuring nangtung…

mini garden

Sabtu, 02 Oktober 2010

santi jadi dewi

perpisahan

KOLAM IKAN MINI


Tips memelihara dan merawat ikan koi


Menambahkan Obat-obatan
http://www.indosiar.com/images/news/kisi-kisi/a_080424_ikan01.jpgSelain kolam dibersihkan dan air disaring, ke dalam kolam sering ditambahkan obat-obatan agar ikan koi yang menghuninya tambah aman dan nyaman.
Air PAM yang baru belum bisa dipakai untuk media hidup koi. Untuk menghancurkan Chlorine yang ada di daiamnya, ke dalam air harus ditambahkan obat anti Chlorine. Di pasaran tersedia obat Rid All anti Chlorine, yaitu cairan yang bisa mengatasi Chlorine dalam air. Obat ini tersedia dalam kemasan kecil dan kemasan besar. Untuk kolam koi bisa dipakai kemasan besar.
Sebagai ikan yang doyan makan, koi menghasil-kan kotoran yang banyak. Kalau tidak ditanggula-ngi, kotoran ini akan menurunkan kualitas air secara drastis. Untuk menanggulangi kotoran ini pun ada obat-obatan yang bisa digunakan, yaitu aquadine.
Aquadine ini memungkinkan kotoran koi tidak han-cur, tapi menggumpal dan akan tersedot aliran air ke dalam filter atau bisa kita buang sewaktu me-nyifon air kolam.
Ada juga cairan yang bisa ditambahkan ke dalam air kolam, sekedar untuk mencegah agarkoi-koi yang baru dimasukkan tidak terkena serangan penyakit. Misalnya saja untuk keperluan ini kita gunakan Rid All General Aid, dalam kemasan yang besar tentu. Karena kalau kita pakai kemasan kecil, yang seharusnya untuk akuarium, jatuh harganya bakal mahal. Sesuai dengan aturan pakainya, kita bisa menambahkan cairan tersebut sebelum ikan dimasukkan atau setelah ikan berada di daiamnya.
Jika pH air terlalu tinggi (basa) maka langkah kita untuk menurunkan pH bisa ditempuh dengan menambahkan cairan Aquavital. Kendati aquavital lebih diperuntukkan bagi ikan-ikan yang menghen-daki pH air rendah seperti Diskus, Arwana, dan jenis-jenis Neon, tapi pada konsentrasi tertentu bisa dimanfaatkan untuk menetralkan air yang terlalu basa sesuai dengan yang dibutuhkan koi. Aquavital selain tersedia dalam bentuk cairan juga dijual dalam bentuk kering, yaitu berupa (seperti) moss untuk media tanam. Banyak sedikitnya tentu bisa disesuaikan dengan petunjuk dalam bungkus kemas-annya.
Kolam yang baru dibangun biasanya masih ter-dapat pengaruh semen. Pengaruh semen ini bisa me-
nyebabkan air menjadi sadah (keras) dan pH air menjadi tinggi. Dengan cara konvensional, pengaruh semen ini bisa dihilangkan dengan cara merendam dan mengeluarkan air kolam berulangkali selama 3 minggu. Namun, sekarang ada cara baru yang lebih cepat, ke dalam kolam baru yang sudah diisi air di-tambahkan asam asetat. Dengan menggunakan larut-an asam asetat ini proses penetralan dinding kolam bisa dipercepat. Untuk menetralkan dinding kolam bisa juga dengan melapisi cat vinil, tapi cara ini jarang dilakukan.
Untuk mencegah penyakit pada koi yang baru dimasukkan, tidak jarang ke dalam kolam ditam-bahkan obat-obatan dengan konsentrasi rendah. Obat-obatan ini hanya berfungsi sebagai penqegah-an atau mengobati penyakit yang belum tampak.
Adakalanya terdapat cairan yang secara tidak sengaja masuk ke kolam. Sialnya pengaruhnya bisa mematikan koi di dalam kolam. Cairan yang mem-bahayakan ini misalnya pestisida. Pestisida ini masuk ke dalam kolam saat kita menyemprot ta-naman di sekitar kolam. Barangkali cerita ini tidak-lah mengada-ada, mengingat pestisida ini bisa lang-sung masuk ke kolam saat penyemprotan berlang-sung atau turun bersama embun pagi/air hujan.

Cara Menyaring Air
Setidaknya terdapat empat cara penyanngan air yang umum dipakai untuk menjaga kualitas air kolam. Keempat cara yang berbeda sistem kerjanya ini memang sangat berbeda tujuannya. Adapun keempat cara tadi adalah: penyaringan fisik, penya-ringan kimiawi, penyaringan biologis, dan penyaringan dengan tanaman.
Penyaringan fisik bertujuan untuk membersihkan air dari sampan dan lumpur agar tidak mengo-tori dan mendangkalkan kolam koi. Penyaringan fisik sangat bermanfaat Jika kita” menggunakan air sungai sebagai sumber air kolam koi.
Air sungai yang biasanya sarat dengan lumpur harus disaring dulu sebelum masuk ke kolam. Bahan untuk penyaringan fisik berupa batu, kerikil, pasir, dan ijuk. Batu-batu-an dimaksudkan untuk menyaring baban kasar, kerikil untuk bahan yang lebih halus, sedangkan pasir dan ijuk untuk menyaring material yang paling halus. Dengan menyusun filter sedemikian rupa diharapkan air terbebas dari bahan-bahan yang meng-ganggu.
Penyaring kimiawi mempergunakan karbon aktif dan zeoiite. Tujuannya adalah menghilangkan racun dan bau tidak enak, selain untuk mematikan penyakit yang terikut di dalam air. Penyaring kimiawi jeias untuk meJengkapi penyaring fisik yaitu untuk mengatasi bahan-bahan yang tidak bisa ditanggulangi oleh penyaring fisik. Sekalipun demi-kian, untuk memperbaiki atau paling tidak mem-pertahankan kualitas air, penyanngan air masih harus diperlengkapi dengan penyaringan biologi dan penyaringan dengan tanaman.
Beberapa bakteri mengoksidasi bahan-bahan organik yang mengandung nitrogen dan amonia yang dihasilkan oleh kotoran ikan dan makanan yang tidak tersantap ikan. Proses tersebut berkaitan dengan proses penyaringan air secara biologis. Pera-watan yang utama dengan mempergunakan bahan-bahan yang tidak mematikan bakteri ini, tapijustru yang malah bisa mengikat bakteri ini. Apabila kolam steril dari bakteri, maka kotoran ikan akan menum-puk. Adalah suatu langkah yang tepat apabila bakteri ini tidak disikat habis ketika membersihkan kolam dan Jangan menggunakan pestisida untuk mensterilkan kolam.

Menyaring Air Dalam Kolam Koi
Ada banyak cara untuk membersihkan air dalam kolam koi, yang masing-masing cara bisa dilaku-kan secara bersamaan atau terpisah sesuai kebutuhan. Adapun cara atau teknik membersihkan kolam tersebut di antaranya adalah :
1. Menggunakan serokan
Untuk membersihkan puing-puing atau dedaun-an yang jatuh ke dalam kolam koi, bisa dipakai serokan. Serokan yang diberi tangkai agak panjang dengan bambu atau kayu, memungkinkan kita untuk menjangkau seluruh areal kolam.
Bahan pembuat serokan biasanya kain trililin yang sedikit menyerap air. Serokan yang bermata kecil bisa juga dipakai untuk membersihkan kotor-an berupa buih-buih air di permukaan air. Selain itu sisa endapan kotoran lumut yang tidak terbuang biasanya akan mengambang ke permukaan air. Semua kotoran ini bisa diatasi dengan serokan. Tidak ketinggalan pula apabila ada ikan yang mati (mudah-mudahan Jangan) bisa diambil dengan serokan.
2. Sistem sifon
Sistem sifon merupakan cara atau metoda yang bisa digunakan secara luas. Salah satu jalan praktis dengan menggunakan slang plastik yang biasa untuk menyalurkan air dari kran. Sediakan sebuah slang yang cukup panjangnya, sekitar 5 meter bila kolam nya sempit, dan 10 meter bila kolamnya luas.
Cara ini mempergunakan sistem elevasi. Jadi kotoran dan air tersedot keluar bersamaan lewat slang.
Ujung slang dimasukkan ke dalam air menyusul bagian lainnya hingga ujung yang satunya lagi. Keti-ka ujung pertama dimasukkan, jaga Jangan sampai ujung ini muncul ke permukaan air, sehingga seluruh bagian slang terisi air dan tidak ada gelembung udara yang nyasar masuk. Setelah seluruh slang berisi air, tarik salah satu ujung slang dan tutup dengan jempol sehingga air tetap berada di dalam slang. Begitu ujung ini kita bawa ke tempat yang lebih rendah, air dalam kolam dengan mudah mengalir keluar.
Ujung slang yang berada di dalam kolam ditem-patkan pada bagian yang kotor. Untuk memudah-kan pekerjaan kita, ujung slang yang berada di dalam kolam bisa diberi tangkai. Dengan demikian dari luar kolam kita bisa “membawa” slang men-cari bagian-bagian yang kotor. Cara ini memang sangat praktis untuk membuang kotoran yang meng-endap.
3. Sistem tekanan air
Sistem tekanan air memanfaatkan prinsip seper-ti sifon, hanya saja kolam harus dilengkapi dengan lubang pada bagian tengahnya. Setiap kolam harus dilengkapi dengan lubang ini. Lubang bisa dibuat dengan memasang pipa pralon sebesar 1 atau 2 inchi. Lubang pralon ini disambungkan dengan pra-lon yang agak panjang pada bagian luar kolam.
Jika hendak membersihkan kolam, lubang pralon sebelah dalam harus disambung dengan slang, yang bertugas mencari kotoran. Pada waktu tidak dipakai, lubang ini ditutup dengan pralon pendek yang dihadapkan ke atas. Dengan cara ini akan me-mungkinkan kita untuk membersihkan kotoran setiap kita mau, tanpa khawatir suatu saat kita lupa menutup lubang kolam sehingga kolam tidak akan kekeringan.
4. Sistem sifon yang diperbaiki
Cara lain untuk membersihkan air adalah dengan memakai prinsip sistem sifon yang dipadukan dengan sistem tekanan air. Bangunan pintu pembuangan berupa pralon yang lebar pada bagian atas-nya dan sempit bagian bawahnya. Air kotor pada bagian bawah akan keluar kolam karena adanya tekanan air yang masuk lewat pintu pemasukan air. Dengan cara ini kita bisa membuang air yang mati pada bagian bawah sekaligus kotoran yang meng-endap di dasarnya.
Dengan cara ini kita bisa membuang air setiap pagi, sekali sehari ketika ikan-ikan tidak sedang aktif. Dengan pembuangan air kotor dan mati secara teratur setiap hari paling tidak kita sudah bisa turut andil dalam menjaga kesehatan ikan.
5. Sistem pompa
Jika kita memiliki kolam yang sarat dengan koi, tentunya tidak memungkinkan bagi kita untuk mengeluarkan air secara leluasa. Namun Jangan kecil Fiati, sekarang di pasaran sudah banyak tersedia pompa kecil yang mampu membantu kita mengatasi kesulitan ini. Pompa ini selain mengeluarkan air yang mati dan kotoran-kotoran, juga bisa dipakai untuk menambah aerasi dalam kolam. Ini tentu bisa dikaitkan apabila dalam kolam itu dilengkapi batu terjunan, dan pompa dipakai untuk memutar air dari kolam ke unit filter dan dibawa naik baru keluar dari atas.
Jika pompa hanya dipakai sebagai sarana untuk membersihkan air, Sebaiknya dioperasikan pada pagi hari. Pada pagi hari, kotoran masih mengendap di dasar kolam dan ikan belum begitu aktif, sehingga memudahkan kerja kita. Pada siang hari ketika suhu sudah naik, kotoran di dasar kolam akan naik dan menyulitkan ketika disedot pompa. Lebih-lebih kotoran yang sudah mengambang akan pecan ketika tersentuh.
6. Sistem sirkulasi air
Cara paling mutakhir yang efektif dan efisien untuk membersihkan air kolam adalah dengan sistem sirkulasi air. Dengan membangun unit penya-ring mini di samping kolam, baik dengan bangunan permanen ataupun bak fiberglass, air dari kolam dinaikkan dan setelah melewati unit filter air kembali masuk ke dalam kolam dalam keadaan bersih. Di dalam unit penyaring diberi busa untuk menghambat kotoran-kotoran supaya tidak terikut air. Busa ini harus dicuci setiap 2 atau 3 hari sekali. Dengan cara ini pekerjaan membersihkan air men-jadi praktis dan tidak membutuhkan banyak tenaga dan biaya.

Hindarkan Kolam dari Matahari yang Terlalu Terik
Menghindari kolam koi dari matahari yang terlalu terik merupakan upaya untuk merawat koi secara baik. Tentu upaya ini berkaitan dengan pe-rencanaan kolam pada awalnya. Dan bila kolam sudah terlanjur dibuat pada lokasi yang banyak me-nerima sinar matahari tentu akan menyulitkan kita. Atau kalau toh akan diatasi paling-paling terbatas mengurangi intensitasnya. Satu-satunya jalan dengan memberi peneduh di atasnya. Peneduh ini bisa berupa plastik gelombang atau bisa dibuatkan ornamen berupa rongga untuk melindungi koi dan sebagian air. Bisa juga peneduh ini berupa tanaman air.
Tentu ada alasannya mengapa kolam koi Jangan terkena matahari yang terlalu terik. Matahari yang terlalu terik akan menyebabkan air kolam men-jadi keruh, dan ini tentu akan menghalangi pandang-an koi. Kondisi yang tidak menguntungkan ini akan lebih parah lagi Jika ditambah banyaknya sisa makanan dalam kolam.
Dengan mendapatkan sinar matahari yang cukup, koi akan makan banyak, yang tentu saja per-tumbuhannya akan merambat pesat. Namun begitu, di Jepang, warna koi akan memudar pada musim panas.

Menjaga Suhu Tetap Konstan
Salah satu penyebab kematian koi adalah ada-nya goncangan suhu yang terlalu tinggi. Goncangan suhu yang kelewat tinggi memang sering terjadi, terutama ketika siang hari panas kemudian diguyur hujan pada malam harinya. Atau pada siang hari itu juga turun hujan. Hal itu tentu saja akan membuat koi kelabakan.
Jika suatu saat kita mengalami hal serupa, maka yang harus kita lakukan adalah membuang sebagian air di dalam kolam dan menggantinya dengan air baru. Penggantian yang secepatnya selain untuk menetralkan suhu air juga dimaksudkan untuk secepatnya mengeluarkan air hujan yang kita tahu kurang baik bagi koi.
Sedangkan untuk mengatasi perbedaan suhu harian antara siang dan malam bisa dengan mengoperasikan pompa air terus menerus. Dengan adanya sirkulasi air yang teratur pada siang hari, bisa kita rasakan suhu air dalam kolam tidak akan terlalu tinggi. Sebaliknya juga pada malam hari, suhu tidak akan terlalu rendah. Hal ini akan lebih bagus lagi Jika setiap hari air bisa terganti sebagian.

Singkirkan Penyakit Secepatnya
Koi yang kita pelihara di kolam sering ditempeli kutu ikan dan cacing jangkar. Keduanya memang merupakan parasit yang dengan mudah kita temukan dan kita lihat. Bentuk kutu ikan yang bulat akan bergerak-gerak di permukaan badan ikan bisa mudah terlihat dengan mata telanjang. Sama seperti cacing jangkar (Lernaea) yang badannya panjang, menjuntai melambai-lambai di dalam air. Kedua parasit ini memang tidak langsung mematikan ikan, tapi aktifitasnya menyedot cairan tubuh koi akan menyebabkan koi kurus dan bentuk badannya jelek.
Cara penanggulangan parasit ini dan juga penyakit lainnya bisa disimak pada kategori Hama / Penyakit / Obat /Dosis.

Jangan Buang Lumut Kolam
Seringkali karena ingin mendapatkan kolam dalam keadaan bersih, semua yang ada di kolam di-babat habis, termasuk lumut yang sebenarnya ber-guna bagi koi. Lumut yang tumbuh di dalam kolam tidak selamanya merugikan koi. Oleh karenanya, salah sekali kalau lumut ini dibuang semua. Lumut yang tumbuh di dalam kolam berguna untuk meng-hindari perut koi yang terluka ketika mereka bere-nang di dasar kolam.
Lumut ini biasanya akan tumbuh setelah air dalam kolam mengalami berbagai proses, sehingga di dalam air tersebut terdapat unsur-unsur hara yang menunjang pertumbuhan lumut. Ada beberapa obat yang bisa ditambahkan ke dalam air agar menyubur-kan air. Beberapa obat memang efektif, tapi beberapa lainnya tidak manjur. Sebaiknya tanyakan dulu kepada para pedagang, obat mana yang bisa dipakai, kendati harga lebih mahal. Dengan demikian secara tidak langsung kita bisa menghemat biaya dengan menghindari membeli obat yang tidak perlu.
Setelah lumut tumbuh, bukan berarti kita boleh membiarkan segala kotoran menempel di permuka-annya. Kita tetap hams membersihkan dasar kolam dengan menyikat endapan lumpur dan sedikit me-ngurangi ketebalan lumut. Pada beberapa hari setelah kita kurangi umumnya lumut akan tumbuh sepeiti sediakala.

Penyaringan dan Sirkulasi Harus Baik
Penyaringan dan sirkulasi yang baik akan mem-bantu meningkatkan kualitas air. Menurut Takeo Kuroki yang menyusun buku The Latest Manual to Nishikigoi, selain kualitas koi, air turut andil dalam menentukan bagus tidaknya warna koi. Dalam bukunya dikatakan bahwa faktor penentu warna koi adalah kualitas koi (70%), air (20%), dan faktor-faktor lainnya (10%). Oleh karenanya, sangat pen-ting bagi kita untuk mempertahankan kualitas air dalam rangka meningkatkan kualitas koi.
Yang dimaksudkan dengan kualitas air yang bagus meliputi : pH air berkisar antara 7,2-7,4 dengan kandungan besi, Chlorine, belerang yang rendah. Kesadahan air juga harus rendah, tapi kandungan oksigennya tinggi.
Bagi mereka yang menggunakan air tanah, se-kalipun air tersebut bersih, sebenarnya belum memenuhi syarat untuk koi. Air tanah umumnya ber-pH rendah dan miskin oksigen. Oleh karenanya, untuk bisa dipakai sebagai media hidup koi yang memenuhi syarat, air tanah harus diperlakukan se-cara khusus.
Perlakuan bagi air tanah yang umum dilakukan adalah dengan membuat aliran (sirkulasi) dan mele-watkan air tersebut pada saringan. Dengan melakukan sirkulasi yang teratur, lebih-lebih air yang ber-sirkulasi ini melewati pancuran dan batu pemecah air, kandungan oksigen dalam air tersebut akan ber-tambah. Demikian pula dengan melewatkan air tanah pada saringan yang mengandung plankton dan bakteri penumbuh, air tanah akan menjadi subur dan layak untuk koi.
Bukan saja untuk menyediakan air yang bersih, tetapi sirkulasi dan penyaringan bermanfaat juga sebagai penyedia air yang cocok untuk pertumbuhan dan kesehatan koi. Dan untuk semua keperluan itu dibutuhkan sebuah pompa air, tidak perlu terlalu besar, handy pump-pun cukuplah.

Drainase Harus Lancar
Banyak yang membuat kolam koi dengan inlet dan outlet (pintu pemasukan dan pengeluaran air) yang letaknya berhadapan. Cara ini banyak dilaku-kan pada kolam-kolam budidaya yang besar, dan rupanya para pemilik koi menirunya. Cara pema-sangan inlet dan outlet semacam ini rupanya kurang efektif dalam menjaga kebersihan dan memper-tahankan kualitas air kolam. Alasannya, air baru biasanya akan langsung keluar sedangkan air lama yang sarat dengan kotoran tetap akan berada di dalam kolam. Akibatnya pergantian air yang semula kita kira sudah memenuhi syarat, ternyata tidak lebih dari “show” saja.
Untuk itu posisi pintu pembuangan (outlet) harus diubah letaknya. Karena letak inlet memang harus di atas, maka outlet kita letakkan di sebelah bawah. Agar air kolam tidak kering pintu pembuangan air bisa menggunakan sistein monnik yang memungkinkan air bawah terbuang tanpa khawatir air kolam bakal ludes. Bisa juga (dan ini yang sangat disarankan) pintu pembuangan terletak di bagian tengah kolam dengan posisi agak rendah, agar kotor an yang mengendap di poros kolam bisa terbuang seluruhnya. Sedangkan pada bagian luar yang ber-kaitan dengan pintu pembuangan ini kita buat agar bisa diatur tinggi rendahnya, agar air kolam tidak habis.

Jumlah Ideal Penempatan Koi dalam Kolam
Kebiasaan para pemula adalah menempatkan koi dalam jumlah banyak ke kolam yang tidak begitu luas. Seiring dengan itu, jika kita perhatikan ikan dalam kolam tersebut banyak yang tidak bagus.
Ikan-ikan yang terlalu biasa dan tidak mempu-nyai daya tarik yang kuat tidak jarang turut menghuni kolam koi. Akibatnya jelas bahwa akan terjadi persaingan konsumsi oksigen. Selain itu juga koi yang tidak bagus juga akan turut mengeluarkan sisa kotoran dan menjadi penyaing tempat dan makanan. Akan lebih bagus jika kita hanya menempatkan koi yang bagus saja dalam kolam, kendati hanya sedikit. Sedikit ikan koi yang bagus lebih berarti bagi kita dibandingkan banyak koi tapi tidak bagus, karena merekalah yang nantinya bakal rnenghibur kita.
Jumlah koi yang ideal yang pantas untuk meng-huni kolam tergantung dari beberapa hal, yaitu umur dan besarnya koi, serta luas dan daiamnya kolam. Dalam buku NishikigoiFancy Koi, Takchiko Tamaki memberi patokan tentang kaitan jumlah koi dengan kolam tempat hidupnya.
JUMLAH KOI DALAM KOLAM BERDASAR UKURAN DAN KEDALAMAN KOLAM.
Umur Koi (tahun)
Panjang Koi (cm)
Minimal Kedalaman Kolam (cm)
Jumlah Koi per 4 m2 (ekor)
1
±15
20 – 30
±40
2
±30
30
±10
3 – 5
lebih 40
30 – 45
±2-5
Takehiko Tamaki, 1977
Tentu jumlah koi tersebut harus disesuaikan dengan kondisi kolam. Artinya jumlah tersebut bisa saja dikurangi Jika kondisi kolam tidak memungkinkan, karena jumlah tersebut disusun untuk kolam-kolam dalam kondisi baik.
Contoh Kolam Ikan Koi:

Kolam koi Milik Irsan, Yogyakarta

Kolam bejoslamet KUTOARJO

Minggu, 12 September 2010

Irwan : Geus…geus montong parasea! Kapananan urang teh frend lain? Peace…peace! (Nenjo
Ade leumpang lebah pengkolah). Hey barudak, itu aya Si Ade. Urang heureuyan yu!
Dikri : Lah silaing mah, teu kaop nenjo awewe.
Irwan : Hai Ade, bade kamana? (Bari nyampeurkeun ka Ade).
Ade : Kumaha urang we.
Dikri : Wah...Ade makin cantik aja nich. Ameng yu jeung akang!
Ade : Iiih...teu sudi teuing! Barau alkohol akang mah.
Dika : Wah kabeneran yeuh, urang bawa we ka saung tengah sawah, urang gawean. (Ngaharewos
ka batur-baturna).
Rival : Digawean kumaha euy?
Dika : Lah silaing mah, maenya teu ngarti. Kasempetan euy, meungpeung manehna keur indit ti
imah.
Irwan : Hayu atuh. Ngan sakali sewang nya! (Ngarawel leungeun Ade).
Ade : Iiih kurang ajar pisan. Lepaskeun siah! Tulung…tulung…tulung! (Kabeneran aya Kades Indra
jeung Hansip Sandi).
Kades Indra : Aya naon ieu teh?
Ade : Tulung…tulungan abdi pa…bade diperkosa.
Kades Indra : Saha nu rek diperkosa teh?
Ade : Abdi pa...abdi. Abdi bade diperkosa.
Hansip Sandi : Saha nu rek merkosana? Mana…mana? dibabuk ku sayah.
Ade : Ieu pa (Nunjuk ka pamuda).
Hansip Sandi : Maraneh rek merkosa Si Ade?!
Pamuda: Henteu, Pa…henteu. Kita mah cuman heureuy pa. Swear!
Kades Indra : Kurang ajar siah! Maraneh wani-wani nyieun masalah di wilayah sayah? Ngerakeun
pisan siah. Hansip!
Hansip Sandi : Siap Pa! Laksanakan!
Kades Indra : Laksanakeun naon? Sayah can mere parentah.
Hansip Sandi : Muhun...siap melaksanakan perintah, Pa.
Kades Indra : Bawa ieu pamuda ka bale desa! Teangan kolot-kolotna! Ini mah termasuk tindakan
kriminal…perkosaan...perkosaan deuleu! Bahaya...bahaya!
Hansip Sandi : Siap Pa! (Ngagiringkeun pamuda, dituturkeun ku Kades Indra).
Pamuda : Ampun…ampun…ampun Pa! Moal sakali-kali deui.
Kades Indra : Montong loba omong siah. Tah ieu akibat pangaruh minuman keras jeung narkoba
teh. Leungit kasadaran akibat marabok. Omat penonton, ulah nurutan kalakuan barudak jiga kie

Drama Sunda KONTES DANGDUT

Ide Carita Nunung Nurjanah
Skenario/Sutradara Erwin Tj
Dipintonkeun kanggo Ujian Nasional Praktek Mulok Karawitan 2009
SMP Negeri 4 Ciamis – Garapan Kelas IX-C
Diayakeun Kontes Dangdut sa-Tatar Galuh. Acarana diiklankeun dina poster, surat kabar, jeung
radio. Salahsahiji mojang hayang ngiluan ieu acara.
Adegan 1
Di sakola.
Nova : Aya naon, De? Meni bungah pisan? Maca naon eta teh? Pengumuman?
Ade : Muhun. Ieu yeuh aya Kontes Dangdut sa-Tatar Galuh. Nova bade ngiringan?
Nova : Lah…abdi mah teu aya bakat nyanyi. Sok we atuh Ade ngiringan. Kapanan cita-cita Ade
hoyong janten penyanyi sanes?
Ade : Leres pisan. Ti kapungkur Ade hoyong pisan ngiringan kontes dangdut. Ieu kasempetan Ade
kanggo ngahontal cita-cita. Ayeuna abdi bade nyuhunkeun idzin ka kolot.
Nova : Sok lah, didukung jeung didoakeun ku Nova. Cing meunang…cing sukses. Lamun tos
terkenal tong hilap ka abdi nya!
Ade : Jih…maenya hilap ka babaturan. Moal atuh. Pokona mah mun abdi sukses Nova bakal
ditraktir jajan baso sawaregna. Hayu ah…bade uih heula. Asalamu’alaikum!
Nova : Walaikumussalam. Hmmm...boga babaturan, sumangetna luar biasa. Hebat...hebat...
Adegan 2
Di imahna Ade.
Haji Wibi : Naon? Rek ngiluan kontes dangdut? Astaghfirullohalladziim. Teu...Bapa teu satuju!
Hajah Novi : Kunaon Bapa teu satuju? Kapanan eta teh cita-cita anak urang ti leuleutik.
Haji Wibi : Cik atuh ari boga cita-cita teh nu waras...nu bener. Kapanan loba keneh pagawean nu
leuwih mulia, leuwih terhormat, jeung masa depanna jelas. Jadi dokter misalna, guru, insinyur,
atawa pengacara. Ieu mah kalahkah hayang jadi penyanyi dangdut, anu ku masyarakat dicap
murahan...kampungan. Era atuh. Kapanan Bapa jeung Ibu teh haji...tokoh masyarakat. Naha Ibu
narima lamun budak urang engkena dianggap awewe baong…murahan…kampungan? Pokona
mah Bapa teu satuju.
Ade : Tapi Ade hoyong ngiringan, Pa…
Hajah Novi : Tos we, Pa, urang dukung kahayang budak urang!
Haji Wibi : Pokona Bapa teu satuju! Teu satuju! Titik!
Ade : Sanajan Bapa teu ngidinan Ade tetep bade daftar...bade ngiringan.
Haji Wibi : Ngalawan maneh ka kolot?
Ade : Sanes ngalawan pa, tapi…
Haji Wibi : Lamun maneh teu nurut ka kolot, indit siah ti imah ieu. Aing teu sudi boga budak jadi
penyanyi dangdut...
Hajah Novi : Pa…ulah nyarios kitu!
Haji Wibi : Indit siah!!! (Ade indit kaluar imahna)
Hajah Novi : Ade...Pa...Pa...budak urang rek indit kamana?
Haji Wibi : Keun wae! Antepkeun! Matakna ulah sok diogo teuing boga budak teh! Jadina wani
ngalawan ka kolot.
Ade kaluar ti imahna, disaksian ku indungna, leumpang euweuh tujuan. Sajajalan ceurik balilihan.
Adegan 3
Di pengkolan jalan lembur.
Rival : Mabuk lagi…ah…mabuk lagi…judi lagi…ah…judi lagi…
Dikri : Heup…heup! Nu baleg atuh nyanyi teh! Fals pisan maneh mah. Teu ngeunah kadengena.
Rival : Eh..maneh ulah ngagangu kasenengan sayah atuh, kapanan urang teh keur ma…bok!
Dika : Heueuh…mabok sih mabok, tapi ari nyanyi mah nu bener. Ieu mah musik ka kaler…sora ka
kidul. Teu nyambung, Man...teu nyambung...
Rival: Maneh ngahina ka sayah?
Dika : Naha maneh mah bet emosi, pira oge diomongan sakitu. Kritik ini mah…kritik, Man.
Rival : Tapi kuring teu ngeunah ku omongan maneh. Ngahina kitu mah.

PEREMPUAN TELAGA DUKA


Cast:
Nama                                                               Peran
------------------------------------------------------------------------------------------------
Heni                                                                 Narrator 1
Lia Octavia                                                       Narrator 2
Yanuardi                                                          Paijo
Lilyani                                                              Retno (Guretno Ridiansih)
Fiyan Arjun                                                      Widodo (mantan kekasih Retno)
Sutarni                                                              Ponirah (Ibu Paijo)
Lamuna                                                            Subroto (Kepala Sekolah)
Ani                                                                   Sulastri (istri Kepala Sekolah)
Furqon/Ervan                                                   Bejo / nama keren Joe
                                                                        (anak Subroto & Sulastri)
Ayya                                                                Ustadz Abdullah
Aira                                                                  Aini (istri Ustadz Abdullah)
Barida                                                              Supinah / nama keren Vina
                                                                        (anak Ust Abdullah & Aini)
Ria                                                                   Sumiati / nama keren Mita
                                                                        (anak Ust Abdullah & Aini)
Billy Antoro                                                      Riandi (guru/teman seprofesi Paijo)
Echa                                                                 Sri (murid Paijo)
Rina                                                                 Wati (murid Paijo)
Puji                                                                  Suti (murid Paijo)
Nabilah                                                            Atun (murid Paijo)
Bunga                                                               Parinem (murid Paijo)
Character:
                                                                                                                                               
1)      Paijo: lugu, polos, sopan, pendiam, introvert, patuh pada ibu, suka memendam perasaan yang bergejolak, mengaji pada Ustadz Abdullah, pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, anak laki-laki satu-satunya
2)      Retno: periang, ceria, friendly, tergantung pada Widodo, tetapi berubah seratus delapan puluh derajat ketika Widodo menghilang; kosong, separuh jiwanya hilang, bengong, suka termenung-menung di tepi telaga
3)      Widodo: romantis, penyayang, care, sering menasehati Retno
4)      Ponirah: cerewet, bersuara keras, kata-kata yang menusuk, terlalu sayang pada Paijo, melarang Paijo pergi merantau
5)      Subroto: sahabat almarhum ayah Paijo, lulusan dari kota yang menjadi kepala sekolah, karena alm ayah Paijo sahabatnya, maka ia merekrut Paijo menjadi guru dengan pendidikan Paijo yang hanya setingkat SMA, mendukung Ponirah dengan alasan Paijo anak laki-laki satu-satunya yang harus menjaga ibunya
6)      Sulastri: cerewet, gemar ngerumpi, teman ngerumpi Ponirah, gemar membanggakan anaknya yang banyak uang setelah pergi merantau, mendorong Ponirah dengan sangat keras agar mengijinkan Paijo pergi merantau
7)      Bejo: teman Paijo dari kecil, bergaya norak ala kota, suka mengatakan hal-hal yang hiperbola, nyeleneh, senga, sok bergaya, kasar, suka menyakiti Paijo dengan kata-kata kasar, sombong
8)      Ustadz Abdullah: guru mengaji di musholla tempat biasa Paijo shalat, suka kotbah dan menceramahi serta menggurui, menjadi tempat curhat Paijo karena Paijo tidak punya orang yang dianggap pas sebagai tempat curhat
9)      Aini: tidak begitu cerewet, teman ngerumpi Ponirah & Sulastri, suka menceramahi teman-teman ngerumpinya karena ia sering mendengar ceramah suaminya, jadi ia hapal luar kepala, berusaha tidak memihak pada Ponirah atau Sulastri dan sangat membangga-banggakan suaminya yang seorang ustadz
10)  Supinah & Sumiati: teman Paijo dari kecil, bergaya norak asal kota, sok, gaul, suka menggosip dan mengata-ngatai Paijo yang pendiam, mereka merantau ke kota menjadi PSK di sana tanpa diketahui orang tuanya
11)  Riandi: seorang guru PNS yang sedang menjalani masa dinas 2 tahun di desa terpencil tempat tinggal Paijo, bete dan bosan dengan suasana desa, sering curhat tentang bete-nya pada Paijo, mendorong Paijo dengan halus agar merantau
12)  Sri: murid yang gaul, suka meminta perhatian Paijo dan suka bikin masalah di kelas (trouble maker)
13)  Wati: sahabat Sri yang mengikuti saja apa-apa yang dilakukan dan diperintahkan Sri
14)  Suti: murid yang kutu buku dan pendiam, tapi diam-diam ia mengidolakan Paijo
15)  Atun: murid Paijo yang anggota Rohis dan taat beribadah
16)  Parinem: murid Paijo yang ingin tahunya besar dan banyak bertanya hal-hal yang tidak perlu ditanyakan pada Paijo sehingga Paijo sering kehabisan kesabaran bila menghadapinya
BABAK I
Tentang Sepenggal Kisah Cinta Retno Sehingga Telaga Itu Terkenal Sebagai Telaga Duka
Scene 1:
(Narrator mendeskripsikan suasana di tepi telaga duka yang tenang dn hening. Hanya ada suara gemericik air dan kicau burung. Saat Retno dan Widodo biasa bertemu di sana)
Narrator 1        : Di punggung ngarai sebuah gunung, di mana burung-burung masih gemar bernyanyi, angin sejuk membelai dedaunan yang rimbun, hening, tenang. Hanya gemericik air yang jernih yang terdengar, terdapat sebuah telaga, dengan bebatuan dan rumput-rumput ilalang yang tumbuh di sekeliling tepiannya. Di bawah langit senja yang kian memerah, menjadi saksi bisu dua insan yang sedang mengurai cinta.
(Dilanjutkan dengan dialog antara Retno & Widodo yang menggambarkan karakter Widodo yang romantis, penyayang, care dan sering menasehati Retno, sehingga Retno menjadi merasa tergantung padanya) – Dialog Widodo dan Retno dalam bentuk puisi
(Retno dan Widodo berdiri di pinggir telaga)
Widodo            : (tersenyum gembira) Duhai bidadariku, kau tampak cantik sekali sore ini. Aku begitu merindukanmu. Siang, malam, bahkan mentaripun enggan beranjak ke peraduannya, ingin berlama-lama menatap wajahmu yang jelita dan anginpun ingin membelai rambutmu yang hitam.
Retno               :  (tersenyum gembira) Oh Kakanda Widodo, engkaupun terlihat gagah sore ini. Aku juga sangat menantikan saat-saat berjumpa denganmu. Meniti hari, bersama-sama menatap merahnya langit senja, hanya kita berdua, disaksikan oleh nyanyian burung-burung dan sejuknya air telaga ini. Aku begitu bahagia…
Widodo            : (bingung) Akupun demikian, Dik Retno. Tetapi, mengapa matamu terlihat sembab? Apa yang terjadi? Apakah kau habis menangis?
Retno               : (tersipu malu) Ah Kakanda Widodo, aku menangis bukan karenamu. Tetapi karena begitu merindukanmu. Terutama di malam-malam dingin yang tak berawan, bintang enggan menari dengan rembulan. Aku sungguh kesepian tanpamu. Aku selalu teringat padamu. Aku sungguh tak sabar ingin berjumpa denganmu. Aku ingin selalu bersamamu. Aku tidak mau membagimu dengan seorangpun.
Widodo            : (memegang kedua bahu Retno)Dik Retno, bersabarlah. Sabar itu adalah pelita hati, penghias akhlak dan penenang jiwa. Percayalah, buah kesabaran itu manis rasanya. Bukankah aku selalu datang menjumpaimu di sini? Dan ingatlah selalu pada Sang Maha Kasih, karena Ia-lah kita dapat selalu berjumpa di sini.
Retno               : (Memegang tangan Widodo)Ya benar, Kakanda Widodo. Kau benar. Kau selalu benar. Tetapi aku seringkali ingin memutar dunia ini lebih cepat sehingga waktu berpacu mengalahkan segala rasa dan membawaku ke senja dimana aku dapat bertemu denganmu. Dan aku berharap waktu berhenti selamanya, saat aku bersamamu.
Widodo            : (tersenyum) Sabar dan ikhlaslah dalam menjalani hari. Ikhlas menunggu saat-saat bahagia kan menjelang. Berjanjilah padaku kau tidak akan menangis lagi?
Retno               : (meletakkan tangan kanan di dada) Aku berjanji, Kakanda. Apapun yang kau katakan adalah titah bagiku.
Widodo            : Aku sayang padamu, Dik Retno. Terimalah bunga mawar ini sebagai tanda kasihku yang tulus padamu. (Widodo memberikan bunga mawar merah pada Retno)
(mereka berdua, duduk bersisian di tepi telaga)
Narrator 1        : Di atas bebatuan, di bawah pohon beranting dan berdaun lebat, bersama-sama menyaksikan ratu malam menurunkan tirai hitamnya, menutupi langit senja yang kian memudar bersama mentari.
Scene 2:
(Menceritakan tentang Widodo dan Retno yang berjanji untuk bertemu di telaga duka pada senja keesokan harinya.  – Dialog Widodo dan Retno dalam bentuk puisi
Widodo            : Dik Retno, tak terasa sudah hampir seribu senja kita habiskan bersama di tepi telaga ini. Apakah kau tidak bosan duduk di sini bersamaku?
Retno               : (bingung) Bosan? Bagaimana mungkin aku bosan bila bersamamu, Kanda? Lihatlah rumpun-rumpun bunga yang meliuk lembut ditiup angin, langit merah mengarak senja, burung-burung terbang rendah kembali ke sarangnya,  dan permukaan air telaga ini tampak begitu jernih dan tenang. Setenang hatiku bila bersamamu.
Widodo            : Lega hatiku mendengarnya. Dik Retno, apakah engkau bersedia untuk menungguku di sini esok hari? Aku hendak membicarakan sesuatu yang sangat penting denganmu.
Retno               : (tersenyum penuh semangat)Tentu saja, Kanda. Apapun yang kau katakan adalah titah bagiku. Aku akan menunggumu di sini, esok hari, kala cakrawala mulai membiaskan merah saganya, kala mentari mulai mengatupkan kelopak matanya, hingga Kanda datang menemuiku di sini.
Widodo            : (memohon) Dan maukah engkau berdandan yang paling cantik untukku? Aku sangat suka bila melihatmu mengenakan kebaya putih dan kain lurik cokelat, dengan gelang di pergelangan tanganmu. Dan aku sangat suka bila engkau mengurai rambut panjangmu yang hitam.
Retno               : (tersenyum penuh semangat) Tentu saja, Kanda. Apapun yang kau minta akan aku turuti. Kata-katamu adalah titah bagiku.
Widodo            : (serius) Dan kau menungguku di sini sampai aku datang?
Retno               : (sambil memandangi telaga) Aku akan selalu menunggumu di sini Kanda. Hingga butir-butir pasir tidak lagi menyentuh pantai. (menghadap ke Widodo) Apa yang akan engkau bicarakan padaku, Kanda?
Widodo            : Sabar, Dik Retno. Tunggulah hingga esok senja menjelang. Kau akan mengetahuinya. Sesuatu hal yang akan mengubah masa depanmu untuk selamanya.
Scene 3: 
(Pada senja esok harinya, Retno datang ke telaga duka dengan berdandan rapi, menunggu kedatangan Widodo di tepi telaga, tetapi Widodo tidak datang-datang. Retno duduk di tepi telaga hingga malam tiba.
Retno               : (lelah) Duhai kekasihku tercinta, di manakah engkau berada sekarang? Aku sudah duduk menunggumu di sini, di tepi telaga ini. Aku menunggumu datang untuk mendengarmu mengatakan hal penting itu. Lihatlah, aku sudah mengenakan kebaya putih dan kain lurik cokelat kesukaanmu. Rambutkupun sudah tergerai mewangi, hingga kupu-kupu beterbangan dan kunang-kunang menari di sekitarku, dan senjapun tersenyum menatapku. Tetapi… engkau belum datang juga….
Narator1 : Senja esok harinya
Narrator 1        : Senja telah kembali memeah di ufuk barat, menyapa insan yang tengah menunggu cinta
Retno               : (duduk-berdiri-duduk di atas batu) Duhai Kanda Widodo… di manakah engkau berada? Mengapa hingga kini engkau tidak datang-datang juga? Kesalahan apa yang aku lakukan sehingga engkau tidak lagi datang menemuiku? Aku selalu menuruti kata-katamu. Kata-katamu adalah titah bagiku. Engkau berada di mana?
Narator 1 : Beberapa senja kemudian
Narrator 1        : Senja tak bosan-bosannya datang ke haribaan dunia. Entah kehadirannya diharapkan atau tidak, ia selalu setia menghampiri dan menyelimuti buana dengan selendang merahnya. Namun, bukan senja yang ditunggu, melainkan kedatangan cinta sang kekasih.
Retno               : (menangis sambil duduk di atas batu) Kanda… Engkau ada di mana sekarang? Aku begitu merindukanmu… Aku ingin bersamamu… mendengar suara lembutmu… melihat senyummu … Kemanakah engkau, Kanda??? Engkau ke manaaaa???
Narator 1: Beberapa senja kemudian
Narrator 1        : Senja kembali datang. Datang membawa asa. Pergi membawa rindu. Dan malam menghias dengan putus asa dan air mata.
Retno               : ( Retno duduk terbengong-bengong)  Kanda Widodo, sudah hampir seratus senja telah berlalu. Daun-daun menjadi kering dan berguguran ke tanah, nyanyian burung-burung terdengar serak, angin bertiup sangat dingin, membekukan hatiku, yang kian membiru, di dalam rindu. Dan telaga ini, Telaga Dukaku, menjadi saksi bisu, kerinduan hatiku, padamu, kekasihku… 
Narrator 1        : Sepi membalutnya dalam kesunyian yang abadi. Di dalam penantian yang tiada berujung. Sepi yang melebur dalam rindu. Rindu yang beku. Membekukan segala rasa, menghempaskan segala asa….
BABAK II
Tentang kehidupan Paijo sehingga ia ingin bunuh diri di telaga duka
Scene 1:
(Menceritakan mengenai kondisi psikologis Paijo yang mendapat tekanan dari lingkungannya) – Narrator dalam bentuk puisi
Narrator 2        : Di sisi lain ngarai itu, di punggung gunung yang sama, di bawah langit senja yang sama, laki-laki muda merajut hari, di dalam dunia yang jarang tersenyum padanya. Sepenuh hati menahan rasa, akan asa dan angan-angan yang terbuang. Akan mimpi yang tak pernah menjadi miliknya. Tak dapat banyak berharap. Dunia tidak memberi banyak tempat luang di dalam keberadaannya. Mengiris, menyayat perasaan. Hingga ia dekap segala luka yang bercucuran mengalir dari hati seputih kertas.
Narator: membuat puisi tentang tekanan-tekanan yang sangat menghimpitnya hingga terbawa tidur (belum dibuat)
Narrator 2        : tak kuasa hati menanggung, beban jiwa yang kian menghimpit. Hari-hari kering, bahkan mimpipun berbunga bangkai, terus mengejarnya hingga ke ujung waktu.
(Narator: menjelaskan siapa tokoh Ponirah)
Narrator 2        : Dalam hangatnya belaian dan kasih sayang ibu, tercurah pada permata hati satu-satunya, setelah belahan jiwa telah lama berpulang pada Sang Cinta. Mendekap erat buah hati, walau kadang ia lupa, buah hati tercinta telah beranjak dewasa. Cinta seorang ibu, yang mengalahkan dalamnya samudera, luasnya jagad raya dan tingginya cakrawala.
Ponirah : (menyiapkan sarapan) Le! Ayo sarapan!
Paijo     : (langkah tak bersemangat menuju meja makan sambil membawa tas kerjanya) Bu, saya    ingin ke kota. Ingin mengadu nasib. Siapa tahu hidup kita bisa lebih baik. Lihat teman-teman SMA-ku. Mereka sudah bisa mengangkat kehidupan keluarganya.
Ponirah : (sambil duduk) Le, bukan ibu nggak kasih. Ibu hargai niat baikmu...,tapi ibu nggak ingin kamu seperti Bejo, Supinah atau Sumiati. Gaya mereka berlebihan.
Paijo     : (menggaruk kepala yang tidak gatal)Tapi Bu...
Ponirah : (meletakkan gelas di meja)Sudahlah! Kamu kowe tega meninggalkan ibu sendiri di desa?
Paijo     : (memohon) Bukan begitu Bu...
Ponirah : (marah)Ya sudah di desa saja! Tugasmu banyak di desa ini! Menjaga ibu untuk ayahmu! Membalas budi baik pak Subroto yang telah memberimu pekerjaan di sekolahnya Meningkatkan kecerdasan anak-anak di desa ini! Membangun desa ini!
(Paijo kembali posisi tidur)
Scene 2:
Narator: mejelaskan siapa tokoh Bejo, Supinah dan Sumiati.
Narrator 2        : Sahabat, apakah Sahabat yang dulunya pernah mewarnai jalan bersama-sama, tertawa dan menangis bersama, tetapi setelah pernah terpisah jarak dan waktu, seakan menjadi orang asing yang tak bisa dikenali lagi
(Bejo, Supinah, dan Sumiati bertemu di jalan besar)
Bejo     : Cie...Pinah, ponsel baru nih!
Supinah : (memainkan ponsel di depan wajahnya) Tentu saja baru! Hidup gua kan makmur. Bentar-bentar! Lo panggil gua apa?Pinah! Kampung banget! Nama gua sudah ganti jadi Vina! Ingat baik-baik di otak lo yang paling waras!
Bejo : Maaf deh Vina! (menoleh ke arah Sumiati) lo ganti nama juga?
Sumiati : Ya iya lah! Lo pikir? Kalo pekerjaan gua pembantu, gak ganti nama sih pantas!
Bejo : Trus apa?
Sumiati : (kesal) Panggil gua Mita! Jangan sampai...
(Paijo menuju sekolah sambil membawa tas dan bertemu mereka bertiga di tengah perjalanannya)
Paijo : (kaget) Apa kabar?
Bejo :  Baik!
Paijo : (Paijo memperhatikan baju Bejo) Wah, Bejo keren banget ya..!
Bejo : (kesal) Gila lo ya! Tampang keren gini masih aja lo panggil Bejo. Sudah ganti jadi Joe! Ingat itu!
Supinah : (mencibir) Mo kemana Pai?
Paijo : (malu-malu) Ke sekolah
Sumiati : (mencibir) Masih ngajar Pai?
Paijo : Iya.
Bejo : Masih betah hidup di desa? Memang gak punya rencana ke kota? Kayak kita ini! Emang lo gak ingin membahagiakanibu dan diri sendiri dengan berlimpah materi? Jakarta adalah jawabannya!
Supinah :  betul tuh Pai! Gua heran, lo katanya pintar, tapi kenapa untuk pilihan yang satu ini bodoh banget!
Sumiati : gua yakin dengan kepintaran yang lo miliki dalam beberapa bulan sudah dapat mengumpulkan uang banyak.
Paijo : (kepala tertunduk) Saya ingin...
Bejo : (menyela) Ya sudah! Ayo ke Jakarta! Apa butuh bantuan?
Paijo : (menghindar sambil melihat jam tangannya) Maaf, saya harus ke sekolah. Ntar terlambat!
(Paijo kembali tidur)
                                                                                                                      
Scene 3:
Narator : menjelaskan siapa tokoh Riandi.
Narrator 2        : Resah, gelisah, saat jiwa terpenjara di tempat yang tidak disukai, tempat yang tidak semestinya. Hasrat ingin segera pergi meninggalkan pegunungan nan asri, meninggalkan tawa riang anak-anak desa yang polos dan lugu. Namun apa daya, kaki sudah terantai pada secarik perjanjian, yang takkan bisa diubah.
(Riandi masuk kamar Paijo)
Riandi : (duduk di sisi tempat tidur Paijo) Lemes banget Pak!
Paijo : (membuka matanya dan duduk di tempat tidur) Eh, pak Riandi.
Riandi : (sedih) Waktu di desa terasa berjalan sangat lambat. Kalau tau jadi PNS gak enak kayak begini...saya nggak akan ambil. Lebih baik jadi guru ke rumah-rumah di Jakarta.
Paijo : (polos) Bukankah Bapak sudah melakukannya?
Riandi : Memang! Tapi, di desa bayarannya kecil. Pake singkong, pisang, ubi....sudah bosan! (diam sejenak sambil wajahnya mendongak ke atas) Coba kalau di Jakarta, sekali datang dibayar Rp 50000,- setiap hari bisa makan enak
(Paijo tersenyum getir)
Riandi : Paijo kamu pintar! Sayang, kalau kamu habiskan di desa terpencil ini! Saya yakin jika ke Jakarta, kamu bisa lebih hebat dari sekarang ini
(Paijo makin tertunduk dengan lesu lalu kembali tidur)
Scene 4:
Narator : menjelaskan tokoh Sri, Atun, Parinem, Wati, dan Suti.
Narrator 2        : Gadis-gadis muda, berkerumun bak kupu-kupu di taman bunga, penuh semangat, penuh gairah, di masa muda nan cemerlang, tak sabar ingin segera memenuhi pundi jiwa dengan ilmu. Mimpi dan asa berbaur. Tunas muda yang tengah merekah.
(Sri, Atun, Parinem, Wati, dan Suti masuk ke kamar Paijo)
Sri : (senyum) Siang Pak!
Paijo : (senyum terpaksa) Siang anak-anak!
Parinem : (mendekati Paijo) Para Guru mngatakan, “Bapak sakit”. Bener?
Paijo : (bingung) Ah, tidak!
Sri : (lega) Baguslah kalo Bapak baik-baik saja!
Parinem : Pak, kami boleh tanya sesuatu gak?
Paijo : (terpaksa senyum) Tentu saja boleh
Parinem : Bener gak sih Pak kalo hidup di Jakarta enak?
Sri : (manja, memegang lengan baju Paijo) Bener gak sih Pak? Setelah selesai sekolah, orang tua saya menyuruh saya ke Jakarta. Biar bisa bantu adik-adik. Maksudnya ibu, sekalian dapat jodoh orang kota gitu
Atun : (menepuk bahu Sri) Yang sopan bicaranya!
Suti : Biarkan pak Paijo berbicara!
Paijo : (berusaha tersenyum) Tentu saja enak! Katanya, jadi pemulung saja bisa kaya.
Parinem : (penasaran) Trus kenapa Bapak masih di desa?
(bersamaan Atun, Suti, Sri, dan Wati memukul tubuh Parinem)
Parimen : (kesal sambil mengelus-elus lengannya) Sakit!
                                   
Narator :  menjelaskan tentang kepala sekolah.
Narrator 2        : Persahabatan lama jadi jaminan, memberi pekerjaan bagi keturunan sang sahabat. Karena kasihan atau karena budi yang perlahan-lahan memudar seiring berlarinya waktu?
(Subroto masuk ke kamar Paijo)
Subroto : (penasaran) Ada apa ini?
(Sri, Parinem, Atun, Wati, Suti, dan Paijo terdiam)
(semua murid pergi tergesa-gesa)
Subroto : (merangkul pundak Paijo) Sudahlah jangan kamu dengarkan perkataan mereka. Omongan anak-anak! Tempatmu di sini! Membangun desa ini. Kamu tahu alasanku mempekerjakan kamu di sekolah ini meski kamu bukan lulusan pendidikan guru?
(Paijo terdiam sambil memandang Subroto dengan pandangan bingung)
Subroto : Bapakmu minta agar aku membantunya menjaga keluarganya. Ia ingin kamu tetap di desa. Menjaga ibumu...hanya kamu anak mereka.
Paijo : Tapi Bejo...
Subroto : Ah! Bejo memang susah di atur. Saya juga inginya ia jadi guru saja, tapi ... ia ingin ke Jakarta. Entah kerja apa di sana. Kalau di tanya selalu saja menghindar. (tertunduk sebentar) kamu dilahirkan untuk desa ini.
(Paijo kembali tidur di tempat tidurnya)
Scene 5:
Narator : menjelaskan tokoh Sulastri dan Aini.
Narrator 2        : Seiring dengan pertambahan usia dan berkurangnya bukan berarti kebijaksanaan dan pemahaman akan arti kehidupan juga semakin bertambah. Bukankah mereka yang pandai adalah mereka yang mengaku dirinya bodoh, daripada mereka yang mengaku pintar padahal sebenarnya mereka tidak tahu apa-apa?
(Ponirah sedang ngobrol dengan Sulastri dan Aini, sedangkan Paijo memandangi mereka dari kejauhan)
Sulastri : Lagi sibuk Yu?
Ponirah : (mendongakkan wajah sambil tersenyum lebar) Eh, Yu Sulastri dan Yu Aini. Darimana mau kemana?
Aini : (mengeluarkan bungkusan) Saya ingin kasih ini. Oleh-oleh dari anak-anak saya.
Ponirah : (menerima) terima kasih! Sukses ya di Jakarta?
Aini : Alhamdulillah Yu! Bawa banyak barang-barang. Trus bisa kasih saya uang lagi.
Ponirah : (tersenyum) Wah, senang dong! Kerja apa di Jakarta?
Aini : (bingung) katanya bagian jasa.
Ponirah : (penasaran) Jasa apa?
Aini : Aduh! Saya lupa tanya. Pasti kerjaannya halal la! Kan sejak kecil diberi ilmu agama yang baik oleh bapaknya. Gak mungkin mereka terjerumus!
Ponirah: (kesal. Lalu mengalihkan ke Sulastri) Gimana kabar Bejo?
Sulastri : (tersenyum) Baik Yu! Sekarang dia sudah bisa membelikan saya motor.
Ponirah : (kesal) Mana motornya? Kok nggak dipakai?
Sulastri : (tersipu malu) Belum bisa naik motor. (sombong) Tapi, itu nggak penting Yu. Yang penting Bejo mampu belikan saya motor. Hebat ya anak saya?
Ponirah : (kesal) Iya, hebat!
Sulastri : Gimana kabar Paijo? Nggak ada niata mengikuti jejak Bejo? Sayang kan wong lanang di rumah saja.
Ponirah : Dia temani saya di sini. Lagipula saya tidak ingin Paijo jadi orang yang berlebihan.
Sulastri : (bingung) Berlebihan? Maksud Yu?
Ponirah : Biasa, kalau baru pulang dari kota suka pake barang-barang mewah yang sebenarnya belum di butuhkan untuk kehidupan di desa. 
Sulastri : (kesal) Kalau kita punya kenapa nggak! Tapi... tujuan Bejo ke kota untuk belajar hidup mandiri.
Ponirah : Setahu saya mandiri seseorang nggak bisa dilihat dari keberadaan dia hidup, tapi apa yang dilakukan untuk hidup.
Aini : (tangan kiri memegang bahu kanan Sulastri dan tangan kanan memegang bahu Ponirah) Sudahlah! Tiap orang punya jalannya masing-masing. Nggak salah Bejo belajar mandiri di kota dan nggak salah juga Paijo tetap di desa.
(Paijo sedih mendengar ucpan mereka. Lalu segera kembali tidur)
Narrator 2        : Hari demi hari berwarna kelabu. Menahan kekesalan yang kian menggigit. Ingin rasanya memberontak, memalingkan jiwa rapuhnya ke dalam masa dan lembar-lembar kertas kehidupan yang kian menguning. Hati ini kian memberontak. Menggedor-gedor jiwa. Ingin keluar. Ingin menjerit. Melengking. Dan pergi. Sejauh mungkin. Meninggalkan tawa renyah dunia yang terdengar kian sengau dan sumbang. Kemanakah kan dibawa hati yang kian terpenjara?
BABAK III
Awal Paijo bertemu Retno hingga saling berkirim surat
Scene 1:
Narator : menjelaskan tokoh ustadz.
Narrator 1        : Bilakah  seorang guru, disebut guru, apabila ia dilebihkan sedikit ilmu, dilebihkan sedikit derajat, dilebihkan sedikit kedudukan, daripada hamba yang lain? Nikmatkah itu? Ataukah ujian?
(Ustadz masuk kamar ketika Paijo sedang bengong di atas tempat tidurnya)
Ustadz : (mendekati Paijo) Kamu kenapa? Bapak liat kamu murung terus!
Paijo : (tersenyum terpaksa) Ah, tidak ada apa-apa.
Ustadz : (penasaran) kamu bisa bohongi semua orang, tapi tidak saya. Ceritakanlah, siapa tahu saya bisa bantu.
(Paijo memandang ragu pada Ustadz)
Ustadz : (memaksa) Ngomong saja! Rahasia terjamin!
Paijo : (bingung) Pak, dimana kah seorang Pria seharusnya berada?
Ustadz : (bingung) Di depan! Menjadi pemimpin!
Paijo : (bingung) Lalu apa yang harus dipilih pemimpin itu jika dihadapkan dua pilihan. Nama baik atau bakti pada orang tua.
Ustadz : (bingung) Mmm...pilihan yang sulit. Kamu hanya perlu merenungkan. Saya yakin kamu bisa menemukan jawabannya. Mulai sekarang lebih dekatkan diri pada Allah. Jangan pernah tinggalkan sholat lima waktu! Pelajari Al Qur’an dan rajinlah bangun malam!
(azan)
Ustadz : (berdiri) Ayo kita Sholat! Sudah masuk waktu sholat!
Paijo : (menengadahkan wajahnya dengan raut bingung) Baik!
Scene 2:
(Monolog puisi – Paijo pulang dari musholla di senja hari. Berjalan termangu-mangu menuju telaga)
Paijo                : (bingung) Siapakah yang dapat mendengar teriakan jiwaku? Yang tengah menjerit-jerit di dalam ruang kalbuku? Kemanakah akan kubawa segala gundahku? Apakah dapat kutenggelamkan bersama sinar merah matahari? Jauh ke dalam telaga duka yang sunyi? Atau terbang dibawa angin yang bertiup dingin? Lepas… Bebas… Menjauh menuju senja???
(Paijo hendak menceburkan diri ke dalam telaga, tapi ia melihat Retno yang duduk di seberang telaga)
Paijo                : (penasaran) Siapakah dia? Apa yang ia pandang? Apakah ia terlena pada jernihnya air telaga duka ini? Telaga dukaku yang hendak menelan semua sepiku. Apakah ia sama kesepiannya seperti aku? Siapakah namanya? Dan kenapa ia duduk di sana? Di tepi telaga tanpa melakukan apa-apa? Hanya menatap senja yang kian memerah? Ya Tuhan, katakanlah padaku siapa dia?
Narator : Keesokan senja.
Narrator 1        :  Hari telah berganti. Waktu terus berdentang. Mengganti seribu kisah, memupus sejuta lara dan cairkan rindu yang kian membiru.
Paijo                : (Paijo kembali datang ke telaga itu, mengintip dari balik rumpun bambu dan alang-alang) Wahai telaga duka, tempatku meleburkan gelisah tanpa bekas, hanyut tersedot nyanyian kupu-kupu. Rasa ini telah berbunga. Bunga cinta yang mendatangkan pelangi berjuta rasa. Bongkahan penghapus segala lara di dalam jiwa. Engkau, engkau perempuan di seberang sana, engkau yang datang dan pergi bersama senja, kau warnai hatiku yang merana. Mengapa setiap sore engkau duduk di tepi telaga itu?
Scene 3:
Opening oleh monolog puisi Retno yang menanti Widodo dan monolog-monolog puisi Paijo yang jatuh cinta pad Retno yang membuat ia tiap sore ke telaga dan kemudian mereka saling berkirim surat
Retno               :  Senja ini, samakah seperti kemarin? Atau kemarinnya lagi? Atau kemarin dan kemarinnya lagi? Air di telaga ini masih jernih, alang-alang itu masih tumbuh di sekitar telaga, dan daun-daun kian berguguran, berserak di bawah kakiku yang tanpa alas. Kemanakah dapat kulabuhkan penantian ini? Bilakah alam berbaik hati membalikkan telapak tangannya untukku, memundurkan jarum jam hingga aku kembali ke masa itu? Masa-masa bahagia penuh cinta? Penuh senyum dan cahaya? Tahukah engkau, Kanda, aku masih di sini… Menunggu kedatanganmu di sini… Kebayaku sudah tidak putih lagi… Cokelat kini warnanya… Kain lurikku bukan lagi cokelat… Hitam kini warnanya…
Paijo menatap Retno dari balik alang-alang di seberang telaga duka
Paijo                : Perempuan…Siapakah engkau? Mengapa dengan menatap wajahmu yang cantik dibias merah senja, merekahkan segala rasa di dalam dada? Menghilangkan resah dan gelisah? Tuhan… sungguh aku tidak menyangka… Bertemu dengannya di sini, saat hatiku meniti tepian keputus-asaan, Kau lemparkan bingkisan kejutan ke dalam pangkuanku, Ya Tuhan… Manis… Semanis madu… Berbungkus merah dan berpita biru… Merdu… Semerdu nyanyian burung-burung hinggap di pundaknya… Cinta… Mengapa tiap sore engkau selalu duduk di tepi telaga itu? Dengan apakah aku dapat mengetahui siapa dirimu?
Paijo memberanikan diri mengirim surat pada Retno, dilanjutkan dengan surat menyurat antara Paijo dan Retno (dialog surat-surat ditulis oleh Mbak Lily & Mas Adi, ditutup dengan surat Paijo yang menyatakan cinta pada Retno)
Surat Paijo 1:
Kepada engkau yang termenung di telaga ini, aku selalu melihatmu kala senja hari di sini. Yang membuat dirimu terlihat lebih indah dari semuanya. Kau bagai mentari senja nan indah, seindah sore ini. Aku ingin mengenalmu. Mengenal tawa dan senyummu. Kelakarmu, tangismu dan bahagiamu.
Duhai engkau, biarkan aku sedikit tahu banyak tentangmu. Sampai aku tak terbelenggu dengan rasa penasaranku. Tolong, janganbiarkan aku menunggu mengenalmu lebih lama lagi.
Ttd
Paijo
Surat Retno 1:
Siapakah engkau? Di manakah gerangan dirimu berada? Dari tepi telaga ini, aku tak dapat menangkap sosokmu. Betapa beruntungnya engkau masih bisa melihat indahnya mentari senja. Karena bagiku, langit senja ini semerah hatiku. Paijo... kau boleh panggil aku Retno...
Ttd
Retno
Surat Paijo 2:
Aku tahu kini, retno namamu. Nama itulah yang membuatku menjadi penasaran. Membuatku seolah tak ingin mengenal orang lain selain dirimu. Jika boleh aku tahu, mengapa kau selalu bersemayam di senja hari? Di mana kau saat mentari bersinar atau kala langit berselimut bintang? Aku ingin melihatmu di setiap waktuku jika akubisa. Namun senja membatasiku. Retno, aku senang bisa berkenalan denganmu.
Ttd
 Paijo
Surat Retno 2:
Duhai Paijo... tahukah engkau? Senja ini adalah haribaanku. Telaga ini adalah altar atas dukaku. Mentari dan rembulan tak ebrarti lagi. Karena siang malamku tlah terkubur bersama asa. Dan engkau, Paijo, apa yang membuatmu datang ke telaga ini? Apa yang merunut langkahmu hingga terdampar di senja ini?
Ttd,
Retno
Surat Paijo 3:
Retno... Sebenarnya, aku memiliki sebuah keinginan. Hasratku untuk dapat terbang jauh dari sini. Bagai burung, aku ingin bebas. Ngin kulihat segala indahnya lintangd an bujur bumi. Ingin kujamah segala sakit yang mungkin ada di belahan kutub sana. Ingin kutorehkan sejarah hidupku pada delapan penjuru mata angin. Namun... Seseorang menentangku. Yang pada telapak kakiknya lah surgaku berada. Yang dengan darahnyalah aku hidup. Retno... Aku hanya ingin hidupku, apa itu salah? Bila hidupku bukan lagi milikku, lantas untuk apa lagi aku ada di dunia?
Surat Retno 3:
Jangan pernah berfikir seperti itu...ersabarlah, Paijo... Sabar itu adalah pelita hati, penghias akhlak dan penenang jiwa. Percayalah, buah kesabaran itu manis rasanya. Dan ingatlah selalu kepada Sang Maha Kasih. Karena Dia-lah kita bisa bertemu di sini, hanya melalui secarik kertas. Ikhlaslah dalam menjalani hari-harimu, Paijo...
Ttd
Retno
Surat Paijo 4:
Makasih Senja, atas nasehatmu. Itu menyegarkan otakku. Membangkitkan semangatku lagi. Betapa dalam hatimu, betapa luas pikiranmu. Betapa segalamu telah terbitkan rasa dalam relungku. Senja, belakangan ini aku terus memikirkan tentangmu. Aku selalu ingin melihatmu, meski hanya sebatas mata memandang. Apakah aku mungkin jatuh hati terhadapmu, Senja? Ini membuatku bingung, bayanganmu tlah mengisi hariku. Rasa yang perlahan bergetar saat pertama kutatap wajahmu. Kini ia menganak sungai, beriak-riak di jiwaku. Tapi suka tak suka aku harus mengatakan ini padamu. Sujud ampunku di kakimu, atas kelancanganku memelihara rasa ini. Namun sungguh, aku tak sanggup lagi mendustai hati. Retno, aku mencintaimu. Aku menyukaimu. Maukah kamu menjadi kekasihku? Menjadi belahan jiwaku?
Ttd,
Paijo
BABAK IV
Surat-surat Paijo yang menumpuk, Paijo menanti-nanti Retno hingga Retno diketemukan dalam keadaan membusuk
Scene 1:
Surat-surat Paijo menumpuk, tidak dibalas lagi dan Retno menghilang dari telaga
Narrator 2        : Senja kian tua. Surat-surat penghantar cinta Paijo pada Retno kian menumpuk sampai ke bulan. Yang dipuja kini menghilang di dalam rindu yang tak terbilang…
(Monolog Paijo dalam puisi yang merasa kehilangan)
Paijo                : (duduk di atas batu dengan wajah putus asa)Kemanakah ia? Sakitkah? Atau marahkah ia setelah membaca surat terakhirku padanya? Sehingga ia tidak mau lagi berkirim surat denganku? Tahukah ia, betapa rinduku ini dapat mengalahkan tingginya ngarai di desa kita? Mengalahkan tingginya langit senja?  Mengalahkan tingginya mentari yang beranjak ke peraduannya? Mengalahkan jauhnya kerlip bintang-bintang? Dan mengalahkan dalamnya telaga duka ini? Tahukah ia, wajahnya bertaburan di dalam mimpiku? Di dalam anganku? Curahan hatiku yang mengerti jiwaku? Belahan jiwaku? Tahukah ia, aku merindukan melihatnya duduk, di sana, di tepi telaga itu, dengan kecipak kakinya di permukaan air, termenung di dalam kesunyian???
(Paijo pulang ke rumahnya dengan perasaan linglung dan langkah gontai)
   
Scene 2:
Paijo baru selesai shalat, minta petunjuk pada Allah (dengan nada marah) tentang keberadaan Retno – monolog puisi Paijo
Paijo                : (mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan wajah dengan raut memaksa)Ya Allah… Yang Maha Mengetahui apa-apa yang tersembunyi dan yang tidak tersembunyi, bagaimana dapat kulalui hari tanpanya? Tanpa dia yang menjadi tempat curahan hatiku? Bahagiaku? Cintaku? Mengapa ia menghilang begitu saja setelah membaca surat pernyataan rasaku padanya? Mengapa? Mengapa Ya Allah? Mengapa begitu banyak jawaban yang tidak terjawab? Mengapa Kau membiarkanku kebingungan dalam kerinduan yang kian menyesakkan ini? Mengapa Kau membiarkan aku tenggelam di dalam duka yang kian menyeretku ke dalam keputus asaan? Mengapa? Aku ingin jawaban-Mu, Ya Allah. Bukan pertanyaan. Jawaban. AKU INGIN JAWABAN. DI MANAKAH RETNO BERADA KINI? AKU INGIN JAWABAN-MU SEKARANG JUGA. SEKARANG!!!
(terdengar suara riuh di luar rumah Paijo dan derap langkah yang terburu-buru)
Scene 3:
(Ponirah ke luar rumah. Terbengong-bengong melihat keramaian)
Ponirah : (menarik tangan Bejo) Ada apa kok pada Melayu?
Bejo : (berhenti) Ada mayat wanita mengapung di telaga. Sudah bau dan membusuk!
(Bejo kembali dalam kerumunan dan Ponirah masuk ke dalam rumah)
Ponirah : (nafas terengah-engah) Paijo, ayo ke telaga. Kata orang ada mayat  wanita yang sudah bau dan membusuk.
(tanpa komentar Paijo langsung lari menuju telaga)
Paijo tidak dapat berkata-kata. Ia terlongong-longong menatap mayat Retno
Narrator 2        : Manusia… Yang selalu perlu waktu untuk memahami dan mengerti… hikmah di balik setiap peristiwa… yang tergurat di atas kanvas kehidupan dunia… bahwa kadang kala… segala sesuatunya tidak harus selalu membutuhkan jawaban… melainkan pemahaman …
Paijo                : Inikah jawaban-Mu untukku, Ya Allah???
(dengan terbata-bata)
********The End*********