Laman

Jumat, 10 April 2015

Prosedur atau Tata Cara Perceraian menurut Hukum Islam Dasar hukum :


UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan; PP No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan; Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam; UU No. 7 tahun 1989 jo. UU No. 3 tahun 2006 jo. UU No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama; serta sumber hukum lainnya.

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang : perkawinan; kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan menurut hukum islam; wakaf dan shadaqah.
Putusnya perkawinan
Kematian; perceraian dan Putusan Pengadilan

Macam perceraian :
Cerai talak (diajukan oleh pihak suami) dan cerai gugat (diajukan oleh pihak istri)

Macam perceraian :

  1. Talak Raj'i : suatu talak dimana suami memiliki hak untuk merujuk istri tanpa kehendaknya. Talak ini diisyaratkan pada istri yang telah digauli. Menurut Kompilasi Hukum Islam talak raj’i adalah talak kesatu dan kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah.
  2. Talak Bain syughra : talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
  3. Talak Bain Kubraa : talak ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba'da al dukhul dan habis masa iddahnya.
  4. Talak Sunny : talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
  5. Talak Bid'i : talak yang dilarang yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.

Macam talak Bain syughra :

  1. Talak yang terjadi qabla al dukhul : talak yang terjadi atas permintaan istri terhadap Pengadilan Agama dan suami telah mencampuri istrinya.
  2. Talak khuluk (tebusan) : talak antara suami istri dengan membayar iwad (tebusan) dari pihak istri dengan mengembalikan mas kawin yang pernah diterima dari suami atau dengan menebusnya atas kesepakatan kedua belah pihak.
  3. Talak oleh Pengadilan Agama, macamnya :
    1. Fasakh : jatuh karena tuntutan istri kepada Hakim agar dijatuhkan cerai oleh Hakim, baik sebab kepergian maupun karena takliq talak atau karena masuk penjara. Didalam takliq talak dijelaskan bahwa istri boleh meminta fasakh oleh Pengadilan Agama apabila suami sewaktu-waktu : Meninggalkan istri selama 2 tahun berturut-turut; Tidak memberikan nafkah wajib kepada istri selama 3 bulan berturut-turut; Menyakiti badan atau jasmani istri; Membiarkan atau tidak mempedulikan istri selama 6 bulan berturut-turut.
    2. Syiqaq : terjadi karena keretakan antara suami istri. Sedangkan perceraian itu diputuskan oleh Hakim Pengadilan Agama setelah berusaha mendamaikan kedua belah pihak melalui utusan masing-masing.
Alasan perceraian :
  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;
  6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
  7. Suami melanggar taklik talak;
  8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Akibat perceraian :
Jika perkawinan putus karena cerai talak, maka bekas suami wajib :

  1. Memberikan harta (mut'ah) yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda kecuali bekas istrinya tersebut tidak pernah melakukan hubungan badan (qobla al dukhul);
  2. Memberikan nafkah, tempat tinggal (maskan) dan pakaian (kiswah) kepada bekas istri selama masa tunggu (iddah selama 90 hari), kecuali bekas istri telah dijatuhi talak bain atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil;
  3. Melunasi mahar (mas kawin) yang masih terhutang seluruhnya dan separoh apabila qobla al dukhul;
  4. Membebankan biaya pemeliharaan (hadhanah) untuk anak-anaknya yang belum mencapai 21 tahun.

Jika perkawinan putus karena gugat cerai, maka :

  1. Anak yang belum mummayiz (dibawah 12 tahun) berhak mendapat hadhanah dari ibunya (kecuali ibunya telah meninggal dunia);
  2. Anak yang sudah mummayiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya;
  3. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula;
  4. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuan, sekurang-kurangnya sampai anak dewasa dapat mengurus diri sendiri yaitu 21 tahun;
  5. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama yang memberikan Putusan;
  6. Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Mengenai harta gono gini atau harta bersama pembagiannya adalah masing-masing berhak mendapatkan 1/2 (seperdua) sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan (perjanjian pranikah).... 

Tidak ada komentar: